Senin, 16 Maret 2009

Pendidikan Informal 2

HomeSchooling

Apaan seh homeschooling atau home education itu?Homeschool, atau sekolah rumah, adalah sebuah aktivitas untuk menyekolahkan anak di rumah secara penuh. Paham ini mungkin terlihat sedikit nyeleneh karena sementara semua orang menyekolahkan anaknya di sekolah umum, kok ada ya orang yang menyekolahkan anaknya di rumah. Bukankah itu sama saja dengan tidak sekolah. Pemikirin seperti ini terjadi karena ada sebuah proses ahistoris (terpotong dari sejarah) yang melupakan bahwa dulu sekolah memang di mulai dari rumah. Baru kemudian setelah guru menjadi sebuah profesi tertentu sekolah mulai berpindah ke sebuah gedung yang dinamai sekolah.Sekarang, homeschooling mengalami comeback terutama di Amerika Serikat. Perubahan ini terjadi karena dunia pendidikan juga mengalami perubahan dalam abad terakhir ini, yaitu semakin sentralnya lembaga pendidikan di tangan negara. Homeschool adalah sebuah reaksi atas perubahan itu.Bila dikategorikan, alasan-alasan untuk melakukan homeschool bisa dituliskan seperti ini:1. Sekolah tidak mengajarkan iman yang benar kepada anak saya. Terus terang ini sering menjadi alasan utama orang tua untuk men-sekolahrumah-kan anaknya. Paling tidak 80% penggiat homeschool di Amerika adalah golongan ini. Mereka ada penganut Kristen Evangelis dan Fundamentalis yang tidak ingin anaknya diajarkan sains yang bertentangan dengan kitab suci.2. Sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah bobrok. Banyak bullying di sekolah. Guru-guru juga tidak bisa mendidik dengan baik, malah membuat anak stress. Belum lagi kalau sekolahnya suka tawuran dan rawan kriminalitas. Untuk kasus Indonesia, kemungkinan besar mereka menyekolahkan anaknya karena alasan ini, karena kecewa dengan lembaga pendidikan di sini.3. Tidak setuju dengan filosofi pendidikan yang diterapkan di sekolah. Sekitar 10% penggiat homeschooling di Amerika memiliki pandangan ini. Mereka memilih untuk menyekolahkan anaknya di rumah saja, dengan pendekatan pendidikan yang mereka sukai.4. Orang tua ingin mengambil tanggung jawab penuh atas pendidikan anaknya. Alasan ini sebenarnya bisa saja merupakan penjelasan lain dari ketiga alasan di atas.Ada beberapa keberatan akan sekolah di rumah yang biasa dikemukakan orang:1. Orang tua bukan guru profesional, bagaimana bisa mereka mendidik anaknya.2. Anak-anak nantinya tidak bisa bersosialisasi karena tidak bergaul dengan anak-anak sebayanya di sekolah.3. Tidak tahu harus memakai kurikulum apa.4. Biaya untuk membeli buku menjadi lebih besar karena tidak bisa meminjam buku dari sekolah.Saya mencoba untuk menjernihkan keempat keberatan di atas.Pertama, semua orang yang lebih tua sebenarnya adalah guru bagi yang lebih muda. Tidak ada orang yang tidak bisa mengajar. Semua orang yang bisa membaca bisa mengajar orang lain membaca. Begitu pula dengan berhitung dan lain-lain. Tetapi bagaimana dengan ilmu-ilmu yang sulit seperti fisika dan kimia? Di sinilah terletak kesalahpahamannya. Homeschooling bukan berarti orang tua mengajar anak, melainkan orang tua belajar bersama anak. Jadi tidak ada keharusan bahwa orang tua harus menguasai materi pelajaran. Kalau ada kesulitan dalam menguasai materi, bantuan bisa dicari kemudian.Kedua, sekolah di rumah tidak berarti sang anak harus dikurung di rumah. Anak tetap bisa bebas bermain dengan tetangga, atau malah disekolahkan di sekolah non-formal yang lain seperti sekolah musik atau sekolah olahraga.Ketiga, sekarang, dengan kemudahan teknologi informasi, akses akan kurikulum dapat diperoleh dengan mudah. Kelompok-kelompok orang tua yang menjalankan homeschooling juga sudah mulai bermunculan.Keempat, biaya untuk homeschooling malah bisa lebih rendah, karena tidak harus keluar biaya gedung, seragam, uang transpor dan jajan. Memang belanja buku di awal akan terlihat besar, namun bila dibagi pertahun akan jauh lebih murah dari biaya sekolah total.Yang patut diperhatikan adalah homeschooling menuntut tanggung jawab yang besar dari orang tua akan perkembangan anaknya. Ini adalah komitmen yang tidak mudah, apalagi untuk orang kota. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk menjalankan homeschool saya bisa memberikan beberapa saran ini:1. Yakinkah Anda, bahwa Anda akan memprioritaskan waktu dan tenaga Anda untuk pendidikan anak Anda?2. Carilah informasi sebanyak-banyaknya sebelum memutuskan. Kalau bisa malah ngobrol dengan orang yang sudah menjalankannya.3. Cek di Dinas Pendidikan daerah Anda apakah anak Anda bisa mendapatkan ijasah formal atau persamaan dan bagaimana caranya, sebab ini berkaitan dengan kelanjutan studi anak Anda di jenjang yang lebih tinggi.4. Jangan memaksa anak untuk homeschool, berikan pengertian kepada dia. Jika ia lebih suka sekolah formal, biarkan saja. Kecuali bila anak sudah lebih besar, Anda bisa lebih memberikan pertimbangan lebih banyak kepada anak Anda, karena ia sudah bisa diajak berdialog dan berdebat bila perlu.
Dipandang dari sisi positif dan negatifnya, Homeschooling memiliki beberapa pertimbangan penting. Dilihat dari sisi positifnya yang pertama homeschooling mengakomodasi potensi kecerdasan anak secara maksimal karena setiap anak memiliki keberagaman dan kekhasan minat, bakat, dan ketrampilan yang berbeda-beda. Potensi ini akan bisa dikembangkan secara maksimal bila keluarga memfasilitasi suasana belajar yang mendukung di rumahnya sehingga anak didik benar-benar merasa at home dalam proses pembelajarannya. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pendidikan yang bersifat informal dan sangat dipengaruhi faktor emosional. Dengan metode homeschooling ini anak didik tidak lagi dibatas oleh empat tembok kelas yang sesak dan mereka bisa memilih tema pembelajaran yang diinginkan mereka.Yang kedua, metode ini mampu menghindari pengaruh lingkungan negati yang mungkin akan di hadapi oleh anak di sekolah umum. Pergaulan bebas, tawuran, rokok dan obat-obat terlarang menjadi momok yang terus menghantui para orangtua, sementara mereka tak dapat mengawasi putra-putrinya sepanjang waktu.Dilihat dari sisi negatifnya, yang pertama, dikhawatirkan siswa yang mengikuti metode pendidikan ini akan teralienasi dari lingkungan sosialnya sehingga potensi kecerdasan sosialnya tidak muncul. Kekhawatiran ini disanggah oleh Dhanang Sasongko Sekjen Asah Pena (Asosiasi Sekolah-Rumah dan Pendidikan Alternatif) yang mengatakan bahwa adanya sekolah-rumah bukan berarti steril dari masyakat. Untuk mengatasi problem ini sering diadakan kegitan di luar seperti ke pasar dan panti-panti. Metode Sekolah-Rumah bukan berarti belajarnya di rumah terus tetapi bisa juga di luar rumah yang penting dalam pembelajan anak didik merasa at home atau krasan dan senang dengan tema pembelajaran yang diikutinya. Sehingga pembelajaran bisa berjalan alami dan mandiri.Yang kedua, Persoalan legalitas. Segudang pertanyaan muncul tentang bagaimana sikap dan pengakuan pemerintah tentang sekolah-rumah ini? Secara prinsip tidak ada masalah. Karena, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 27 ayat (1) dikatakan: ”Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.” Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa: ”Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah perserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.” Jadi secara hukum kegitan persekolahan di rumah di lindungi oleh undang-undang.Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas Ella Yulaelawati Rumindasari menegaskan, UU SisDikNas mengakui sekolah-rumah sebagai bagian dari akses pendidikan. Depdiknas mendefinisikan sekolah-rumah sebagai proses layanan pendidikan yang secara sadar,teratur, dan terarah dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat lain dimana proses belajar dapat berlangsung kondusif. Meskipun model persekolahan di rumah ini dijalankan secara informal orang tua yang menyelenggarakan homeschooling ini diwajibkan melaporkan kepada dinas pendidikan kabupaten atau kota setempat. Anak didik yang mengikuti homeschooling ini juga dapat mengikuti ujian kesetaraan paket A (setara dengan SD), paket B(setara dengan SMP) dan paket C (setara dengan SMU).Maraknya model pendidikan alternatif diantaranya homeschooling ini perlu ditimbang sebagai partisipasi masyarakat dalam perluasan akses pendidikan dan perbaikan metode pembelajaran formal-konvensional yang cenderung bersifat kaku dan membosankan. Rasanya tidak perlu dipertentangkan mana yang lebih baik pendidikan formal atau informal.Sementara ini ini sayangnya pemerintah hanya mendukung sebatas legalitas formal melalui UU SisDikNas yang menggolongkannya sebagai bagian dari pendidikan informal (keluarga). Perlu adanya dukungan yang lebih luas dan mendalam agar tujuan pendidikan yang mulia dan ideal yaitu membentuk anak-anak didik menjadi insan yang bertaqwa, mempunyai akhlak yang mulia segera bisa diwujudkan di negeri kita yang tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar