Selasa, 26 Mei 2009

Resume " Mendidik dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Prasekolah"

MENYUSUN KEGIATAN HARIAN ANAK USIA PRASEKOLAH

Masa-masa awal kehidupan bayi merupakan saat yang penting baik bagi bayi itu sendiri maupun bagi orang tua, tapi tak mungkinkan disusunnya suatu jadwal tertentu. Setelah tiga bulan, biasanya jadwal bayi mulai dapat diperkirakan dan saat memasuki usia prasekolah orang tua mulai dapat mengatur waktu anak, siang dan malam. Jadwal teratur yang juga cukup fleksibel membantu anak mengembangkan kebiasaan baik untuk makan, tidur, bermain, dan belajar. Hal itu juga mengarahkan anak agarlebih bersikap positif karena dapat memperkirakan apa yang dilukukan. Tak adanya rencana kegiatan bisa menimbulkan kekacauan dan masa kanak-kanak yang tak menyenagngkan.
Jika orangtua memarahi dan memukul dalam mendidik anak, prasekolah belajar bersikap negatif terhadap diri sendiri dan kehidupan. Kalau orangtua tak merencanakan dan menyusun kegiatan kegiatan harian anak, mereka cenderung membatasi eksplorasi anak dengan cara negatif. Rencana dan struktur yang disusun membuat pengasuhan lebih mudah dan memungkinkan orangtua untuk melihat perubahan anak dari hari ke hari.

Manyusun Jadwal
Dalam menyusun kegiatan harian anak prasekolah, carilah kegiatan spesifikuntuk hari-hari tertentu ; misalnya makan, makan makanan kecil, tidur siang, bermain sendiri, membaca, mandi, membereskan mainan, dan bermain dengan saudara dan teman. Jika anda bekerja, waktu yang dilewatkan anak denagn pengasuhnya juga mesti di maskukkan dalam jadwal. Buat daftar kegiatan harian untuk masing-masing anak prasekolah.

Fleksibel
Anda meski bersikap flesibel dan sensitive terhadap kebutuhan dan tanda-tandayang ditunjukan anak, dan sesekali perlu diberi perkecualian. Anggaplah kebutuhan sosialisasi anak juga merupakan kebutuhan bagi anda juga.
Manfaat bagi anak dan juga bagi anda. Berbagi pengalaman dengan orang tua lain membantu orang tua memahami perilaku anaknya.jangan lupa ajarkan mengenai tanggung jawab kepada anak, seperti membereskan mainan dan menaruh pakaian kotor di tempatnya. Dan meski tak anda cantumkan dalam jadwal, jangan lupa untuk selalu memberi pelukan kepada anak.

Anak Yang Sulit Bermain Sendiri

Anak pertama dan anak tunggal cenderung bergantung pada perhatian yang didapatnya. Bagi sebagian anakk, ketergantungan ini bias menyerupai adiksi perhatian. Mereka terbiasa diperhatikan orang dewasa di sekitanya,mendapat pujian, dan selalu ditemani saat bermain. Anak yang sangat sosial seperti ini bias merasa kurang mendapat perhatian jika orang tua membiarkan ia bermain sendiri.
Anak-anak yang mengalami adiksi perhatian mudah mengalami gangguan perilaku di sekolah dimana aia harus berbagi perhatian dengan anak-anak lain. Pilih waktu tertentusetiap harinya untuk membiasakan dia agar dapat menyendiri. Jelaskan bahwa itu merupakan waktunya sendiri dan ia boleh memilih kegiatan yang disukainya. Untuk pertama kali, waktu menyendiri jangan terlalu lama ; sepuluh atau lima belas menit sudah cukup. Secara bertahap, tingkatkanlah hingga sedikinya setengah jam, kemungkinan ia akan menikamti waktu menyendiri itu dan masih ingin meneruskan meskipun timer sudah berbunyi.
Barangkali pada awalnya ia merasa jemu. Jangan memberi respons dengan mengarahkan apa yang mesti ia lakukan.biarkan berinisiatif sendiri.

MEMPERKAYA LINGKUNGAN SEKITAR ANAK

Mainan yang mendidik

Anak perlu dididik agar suka belajar. Permainan tertentu bias berpengaruh bagi potensi pembelajaran anak. Permainan mendandani meningkatkan kemampuan berimajinasi, permainan rumah-rumahan tertentu mendidik anak mengenai kasih saying karena boneka biasanya dianggap sebagai bayi. Orangtua dan guru bias menarik banyak manfaat permanian boneka. Jangan heran jika anda mendengar menirukan kata-kata anda, termasuk nada suara anda.

Membaca, Berbicara, dan Bertanya

Membacakan buku untuk anak sangat berguna pada saat anak mulai dapat memusatkan perhatian untuk jangka waktu yang pendek. Anak-anak suka mendengarkan buku yang dibaca berulang-ulang. Mereka tak pernah merasa bosan, pada akhirnya anak bias meneruskan kalimat yang anda bacakan atau mengisi kata-kata yang hilang, atau mengoreksi jika secara sengaja atau tidak anda melewatkan satu kata.
Meskipun kadang-kadang anak mengajukan pertanyaan hanya sebagai cara menarik perhatian, doronglah mereka untuk terus bertanya dan memuaskan ras ingin tahunya. Anak-anak yang diajak berbicara, dinyanyikan, dan banyak mendengarkan, kemungkinan akan mengembangkan kemampuan verbal yang baik nanti.

Bermain Game

Melakukan permainan yang menggunakan kartu dan papan dengan anak-anak mempunyai dua fungsi yang bermanfaat. Anak dapat belajar konsep angka dan warna. Bermain game juga mengajarkan keterampilan sosial yang sangat berguna. Anak belajar mengenal giliran dan tahu bahwa mereka tak bisa selalu menjadi pemain yang pertama. Ini merupakan ketermapilan dasar yang akan sangat berguna ketika anak masuk prasekolah atau bermain-main di taman bermain. Belajar menerima kekalahan dan tidak bermain curang bukan hal yang mudah bagi anak.
Anda dapat membantu mengatasi kekecewaan anak yang kalah dengan menyuruh pemenang merapikan kembali bekas permainan atau memberi kesempatan pada anak yang kalah untuk mendapat giliran pertama dalam permainan selanjutnya.


Televisi

Acara anak-anak di televisi dan komputer juga bermanfaat bagi anak. Acara televisi seperti barney atau sesame street mengajarkan nilai-nilai yang baik dan mendorong anak untuk berpartisipasi dalam bernyanyi, belajar, dan bermain. Di sisi lain, terus-menerus menonton televisi akan membuat anak bergantung pada sumber hiburan dan tak banyak melakukan aktivitas permainan lain.
Kekerasan yang ditampilkan di televisi juga berbahaya bagi anak usia prasekolah. Mereka cenderungakan meniru perilaku agresif. Lagi pula, bagi anak usia tersebut masalah lebih mudah dipecahkan dengan menenang dan memukul daripada dengan bicara.

Komputer

Komputer bisa membantu anak belajar. Banyak anak prasekolah belajar matematika dasar dan membaca dengan mengunakan komputer. Mereka juga bisa mengikuti perkembangan teknologi denagn secara teratur menggunakan komputer. Terlalu sering menggunakan komputer juga menimbulkan hal uang serius.

Kemasyarakatkan

Lingkungan dan masyarakat merupakan tempat belajar sambil bermain. Berjalan-jalan ke taman bermain di lingkungan sekitar atau mengunjungi kantor pemadam kebakaran, berjalan-jalan di perkebunan, berkunjung keperpustakaan atau took buku, ke kebun binatang atau museum anak,atau bahkan ke kebun perternakan tetangga dapat memperkaya pengetahuan anak.

Pelajaran dan Sekolah

Ada dua kategori utama kegiatan fisik dan pembelajaran khusus. Jika anak anda ikut dalam program penitipan anak atau prasekolah, mungkin ia mengikuti program yang melibatkan kedua tersebut dan memerlukan kegiatan tambahan.
Kegiatan fisik. Kebutuhan kegiatan fisik anak usia prasekolah bisa dipenuhi dengan menari, senam, jungkir balik, dan berenang. Pembelajaran khusus. Pembelajaran khusus meliputi belajar musik, bahasa asing, membaca cerita, komputer, permainan ilmiah, sastra seni dan kerajinan tangan.

Hindarkan Kegiatan yang Terlalu Padat

Meski anak-anak usia prasekolah banyak belajar dari berbagi pelajaran yang diberikan, pastikanlah agar kegiatan mereka tak perlu padat. Cukup dua atau tiga kegiatan dalam seminggu. Anak-anak usia ini perlu banyak waktu bermain-main di rumah.

PROSES BELAJAR ASPEK SOSIAL-EMOSIONAL

Anak lahirkan dengan tempramen yang berbeda-beda dan, mungkin, bahkan tingkat kecerdasan emosional yang tak sama. Meskipun demikian , mereka belajr sikap, keterampilan berinteraktif, serta sifat-sifat baik. Anak akan memetik hasilnya kelak jika mereka diajar dengan benar mengenai keterampilan sosial dan sifat-sifat baik.

Sifat-sifat Baik

Orangtua memberi pengaruhyang besar bagi anak-anak pada tahun-tahun pertama. Selanjutnya, sekolah, teman, dan media secara dramatis mempengaruhi sifat-sifat mereka selama usia sekolah. Jika di masa awal anak di beri landasan yang kuat, kemungkinan untuk salah arah akan lebih kesil bagi mereka. Hati nurani diajarkan pada msa-masa awal tersebut.

Sikap Baik

Anak bias didik untuk nersikap baik terhadap orang lain dengan mengamati perilaku baik oranngtua atau pengasuh, dengan penjelasan spesifik mengenai perilaku baik, dan dengan tindakan orang dewasa yang menghargai, memperhatikan serta memberi pujian ketika mereka menunjukan sikap tersebut. Mereka juga dapat belajar mengenai hal tersebut saat oenrtua membacakan cerita berkaitan dengan sikap baik atau komentar orang-orang di sekitar mengenai sikap tersebut.

Mengungkapkan Perasaan dan Mengembangkan Kepekaan

Perasaan anak-anak prasekolah tak selalu dalam keadaan baik. Kadang-kadang merasa marah, sedih, atau cemas. Mereka perlu kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata dan kadang kal juga dengan menangis. Mereka tak selalu dapat memahami perasaan mereka sendiri, dan membuat persoalaan semakin rumit. Meski orangtua dapat mengabaikan kemarahan anak atau menyetrapnya, seharusnya mereka mendengarkan ekspresi kemarahan dan kekesalan anak. Orangtua bahkan bias mengatakan kepada mereka, “kamu boleh menunjukan kemarahanmu dan mengatakan apa sebabnya. Mungkin ibu tak bias memenuhi keinginanmu, tapi paling tidak ibu mau mendengar apa yang kamu rasakan.”

Ingin Selalu Menang dan Tak Mau Kalah

Anak usia prasekolah secara umum menjadikan dirinya sebagai pusat dari segalanya. Mereka selalu ingin menjadi yang pertama, ingin medapoatkan segala sesuatu lebih dari saudaranya, dan tak pernah mau kalah dalam permainan. Ini merupakan sesuatu yang wajar bukan suatau gejala adanya persoalan, seperti juga pada saat mereka berusia sembilan tahun atau sepuluh tahun. Perilaku semacam itu memberi kita kesempatan untuk mengajarkan silap mau berbagi, menunggu giliran, dan bermain dengan baik. Anda perlu mengajarkannya secara berulang-ulang dan memuji anak atas kesabaran, kemauan untuk berbagi, dan ketidak curangannya dalam bermain.

Kejar-kejaran, Bergumul, dan Mengelitik

Kejar-kejaran, bergumul dan menggelitik merupakan ekspresi kasih saying yang khas antara orangtua dan anak usia prasekolah dan ini menjadikan merka dekat, gembira, dan tertawa-tawa. Dalam hal ini pun, anak perlu mengenal adanya batasan.
Tugas dan Tanggung jawab

Anak sudah harus belajar mengenai tanggung jawab pada sat berusia dua tahun meski barang kali anda perlu bekerja keras untuk menanamkannya setiap kali belajar bertanggung jawab terhadap sesuatu yang baru. Mereka harus belajar membereskan mainan, pakaian kotor, dan merapikan piring bekas makan mereka. Mereka juga harus belajar menggantungkan jaket dan meletakan sepatu dengan rapi di tempatnya. Mereka bisa juga belajar mengambil surat kabar atau surat yang datang. Sekitar usia tiga tahun mereka sudah bias membantu anda menata meja dan merapikan tempat tidur.

Membantu Anak Belajar Mengenai Tubuhnya

Pendidikan seks sederhana pertama yang diberikan kepada anak usia prasekolah adalah mengidentifikasi bagian-bagian tubuh. Anda bisa mengajarkan mengenai alat-alat kelamin bersamaan dengan memperkenalkan bagian tubuh lain seperti mata, telinga, dan tangan. Tak masalah jika anda menggunakan istilah tertentu untuk anak, tapi mereka perlu juga di ajarkan nama yang sebenarnyaagar kelak anak tak merasa canggung menyebutkannya. Mudahan anak anda tak akan mempermalukan anda dengan berkata, “lihat, tetek Bu Jones besar sekali,” meski Bu Jones akan menanggapinya dengan tertawa dan memaklumi hal tersebut.

Humor

Humor merupakn hal yang penting dalam proses belajar aspek sosial emisional anak. Orangtua sering bercanda dan menggoda anak-anak dengan cara yang baik, dan ini menunjukan kepada mereka bahwa bercanda merupakan sesuatu yang dapat diperbolehkan juga.

Kelompok Bermain

Jika anda dan anak berada di rumah sepanjang hari, maka kelompok bermain merupakan tempat di mana anak bisa berinteraksi dengan anak-anak lain dan belajar berbagi perhatian merupakan prioritas utama. Bagi anda, berinteraksi dengan oranguta lain juga merupakan prioritas sendiri. Selama usia prasekolah, sebaiknya kelompok bermain jangan terlalu besar jumlahnya.

Teman Bermain

Pada saat anak berusia sekitae tiga atau empat tahun, biasanya anak mulai mempunyai teman bermain kelompok. Mereka mulai bermain di rumah teman atau teman yang berkunjung ke rumah mereka. Bermain bersama teman memungkinkan anank untuk mengembangkan keterampilan sosial, melewatkan waktu khusus bersama teman serta bermain-main dengan mainan milik teman.

Pesta Ulang Tahun

Pesta ulang tahun anak prasekolah sangat spesial meski kadang sulit dikendalikan. Pesta bisa melibatkan keluarga, sekolah, dan teman-teman. Banyaknya anak di undang biasanya diakibatkan karena tak ingin mengecewakan anak lain dan itu tentu saja bias dipahami. Meski mengundang tiga atau enam anak saja sudah cukup dan lebih mudah diatur. Namun barang kali perlu juga mengundang beberapa anak lagi untuk mengajarkan anak anda agar memperhatikan perasan teman dan jangan ada teman yang tak diundang.

DISIPLIN

Orangtua dan guru selalu memikirkan cara tepat menerapkan disiplin bagi anak sejak mereka balita hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja. Tujuan disiplin adalah mengarahkan agar anak mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka bergantung pada disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih saying.

Hubungan Antara Disipli dan Kebebasan

Disiplin dan kebebasan merupakan dua hal yang tak terpisah satu sam lain. Pendekatan anda dalam menegakkan disiplin terhadap anak sangat mempengaruhi kebebasan dalam bersikap. Tak sama dengan menyusun rutinitas harian dilakukan dalam sehari-hari.

Kasih Sayang Bentuk V

“Kasih saying berbentuk V” memberi gambaran global mengenai falsafah disiplin. Sebagian orangtua, tentu anda sudah banyak membaca buku yang mengungkapakan bahwa tak ada istilah “cinta anda terhadap anak telalu berlebihan”. Sementara buku-buku lain menyarankan aar anda memberi kebebasan kepada mereka. Meski cinta terhadap anak tak mengkin berlebihan, berhati-hatilah dalam memberi kebebasan dan berikanlah secara bertahap dengan kasih saying bentuk V.

Rutinitas dan Fleksibilitas

Disiplin lebih mudah diterapakan jika anda memberlakukan rutinitas sepanjang waktu. Dan karena anda juga hendak mengarjakan anak usia prasekolah mengenai fleksibilitas, maka sesekali anda mesti melakukan variasi terhadap rutinitas yang ada sehingga mereka terbiasa dengan konsep pengecuakian. Misalnya, anda baru pulang dari perjalanan dan sangat lelah, padahal anda terbiasa membacakan ceria kepada anak-anak sebelum tidur. Jangan segera untuk menjelaskan rutinitas sebelum tidur kali ini berbeda dengan yang biasa karena kita semua lelah.

Konsisten

Kalau anda merasa sulit untuk bersikap konsisten kepada anak yang masih berada pada usia prasekolah, percayalah, anda tak sendiri. Tak ada satu pun orangtua yang bias benar-benar konsisten. Anak tak perlu konsistensi yang absolut Karen toh hal itu justru kan mengajarakan merka untuk menjadi kaku.

PILIHAN YANG TEPAT

Sekarang ini memang orangtua banyak memberi pilihan kepada anak. Kebanyakan orangtua berkeyakinan bhwa jika anak dibebaskan memilih, anak cendrung mematuhi mereka. Orangtua juga cendrung meyakini bahwa pengambilan keputusan merupakan latihan intelektualyang baik untuk kelak mampu mengambil pilihan yang tepat dalam hidup.

Prinsip-Prinsip Dalam Memberi Pilihan

Anak-anak usia prasekolah semestinya dibiarkan memilih. Prinsipnya, berikan pilihan yang anak mampu bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut, bukan memberinya pilihan yang menurut Anda terbaik bagi mereka taupun yang mengandung konsekuensi yang berbahaya. Tak jika berpikir bahwa konsekuensi alami bisa mengajarkan anak usia prasekolah bagaimana mengambil pilihan yang tepat.

Orangtua Perlu Bersikap Tegas

Terkadang dalam mengajarkan anak agar bersikap tegas, orangtua sendiri tak menunjukan sikap tersebut. Mereka berusaha untuk selalu menyenangkan anak sehingga kehilangan kekuasaan dan tak ada sosok kepala keluarga. Anak-anak yang terbiasa dengan berbagai pilihan akan selalu menuntut hal tersebut, dan ini membuat orangtua tak punya pilihan. Jika anda tahu apa yang terbaik, bersikaplah posotif dan tegas,sehingga anak bisa menerima bimbingan anda. Mereka juga akan merasa lebih aman.

MENGAMANKAN LINGKUNGAN

Orangtua dapatmemberi kebebasan sekaligus batasan bagi anak-anak usia prasekolah dengan cara mengamankan lingkungan dengan boks bermain, boks bayi, pagar pembatas, dan pintu. Anak-anak perlu melakukan eksprolasi tanpa terlau banyak larangan.
Konsep mengamankan lingkungan adalah menyingkirkan benda-benda berbahaya dari jangkauan anak-anak serta memberi area yang aman untuk bereksplorasi. Anda mungkin perlu menjahukan benda-bensa berbahaya, mengunci lemari, atau menutup area yang berbahaya bagi anak-anak. Sebuah lemari atau laci dalam setiap ruangan yang disediakan khusus untuk anak akan sangat berguna sehingga anak dapat diahlikan perhatianya dari area yang tak aman baginya.

Batasan yang Memberi Kebebasan

Batasan seperti pagar, pembatas, pintu, dan sebaginya, memberi anak kebebasan untuk melihat, memegang, membolak-balik, danmemainkan benda-bensa yang biasa dilihatnya. Ruang gerak tempat dia bereksplorasi mesti diperluas seiring dengan bertambahnya usia. Boks bermain bisa digunakan selam sekitar setengah jam, tetapi jika lebih dari itu akan terlalu membatasi. Juga jika anak juga sudah mulai bisa dihalaman yang sudah diamankan dengan pagar terkunci.
Pagar yang disesuaikan cukup berguna untuk menjaga keamanan anak dan tetap berada dalam pengawasan anda. Jika pagar yang bisa di bongkar pasang sesuia kebutuhan sangat praktis untuk dimanfaatkan karena dapat dipindahkan ketempat lain diman di perlukan. Selain itu, anda juga harus selalu memperhatikan perkembangan anak karena bisa jadi semakin besar rasa ingin tahunya dan cukup kuat untuk mendorong pagar tersebut walaupun sudah dipasang dengan benar.

PENGHARGAAN DAN HUKUMAN

Meski sudah sejak lama orangtua memberi penghargaan atau hadiah dan hukuman, teori-teori dan penelitian terbaru menajarkan kapan saatnya menggunakan hal tersebut dalam mendidik anak serta kapan tak semestinya diberikan.

Penghargaan Intrinsik

Lingkaran dengan titk tengah sebagai target memberi contoh kontimun serta ragam penghargaan dan hukuman. Titik target ditengah menggambarkan penghargaan intristik. Penghargaan intristik merupakan kesenangan-kesenangan kecil dalam melakukan aktivitas: yaitu, dimana anak merasa tertarik dan sibuk dengan hal tersebut. Mereka nikmati apa yang sedang mereka kerjakan.

Perhatian

Pujian juga merupakan bentuk perhatian yang positif, tetapi kata-kata pujian memiliki nilai tambah, yaitu menunjukan apa yang diharapkan dari anak dan mengajarkan mereka tentang nila nilai yang anda yakini. Karena itulah orangtua harus sangat berhati-hati untuk menimbulkan sifat kompetetif dan merasa super.
Percakapan refensial. Perhatian yang paling berarti bagi anak adalah percakapan orang dewasa di hadapan anak. Saya menyebutnya sebagai percakapan, yaitu percakapan anatara orang dewasa mengenai perilaku atau karakteristikanak. Ungkapan yang positif dapat merusak rasa percaya dirinya. Mereka merasa perilaku tersebut tak dapat diubah. Jika orangtua, pengasuh, dokter, dan saudara menggunakan percakapan refensional secara hati-hati, maka akan memberi pengruh positif bagi perkembangan dan pertumbuhan.
Perhatian negatif. Perhatian negatif menimbulkan persoalan dua sisi. Karena kebanyakan anak ingin mendapat perhatian, maka anak yang tak berhasil mendapatkan perhatian positif akan senang menerima perhatian negatif.ini bukan berarti ia senag dimarahi, melainkan menurut riset mereka cendrung akan terus akan menunjukan perilaku buruknya jika dimarahi berlebihan di depan orang banyak. Perilaku mereka bahkan semakin buruk jika semakin banyak dimarahi. Lebih baik memberi tanda secara diam-diam agar mereka berhenti bersikap buruk.

Konsekuensi

Lingkaran target yang ketiga menggambarkan konsekuensi alami dari suatu aktivitas, dan ini merupakan kategori penghargaan dan hukuman berikutnya yang paling efektif. Anak yang berpakaian sendiri sebelum kesekolah merasa lebih baik dari pada harus dipaksa berpakaian tiap pagi. Anak yang masuk dalam golongan pertama mengalami apa yang disebut konsekuensi positif. Sedangkan kelompok kedua mengalami konsekuensi negati. Anak yang memulai perkelahian akan menanggung akibat perbuatannya. Anak lain akan membalas pukulannya atau mengatainya. Anak-anak yang mau berbagi dengan anak lain cenderung mudah berteman.

Aktivitas

Perhatian khusus dari orang dewasa yang dekat dan konsekuensi yang timbul segera lebih baik dari pada dua lingkaran luar pada lingkarpenghargaan dan hukuman.lingkaran keempat menggambarkan aktivitas sebagai penghargaan bagi prestassi belajar anak dan larangan melakukan aktivitas sebagai bentuk hukuman.

Hadiah Materi

Lingkiran terbesar dan terakhir berhubungan dengan hadiah dan hukuman materi, termasuk dalam stiker, kartu bisbol, gambar bintang, poin, uang, kado, dll. Secara teknis, hadiah hadiah ini disebut sebagai “benda pendororng” dan sering banyak digunakan orangtua. Meski demikian, penggunaan hal tersebut sering kali berlebihan sehingga anak belajar tawar-menawar dalam pembelian benda tersebut dan bergantung padanya. Hadiah berupa benda yang paling efektif jika digunakan sementara saja, untuk menjembatani lingkar-lingkar dalam dan jika bentuk penghargaan lain tak berhasil.

MEMUKUL DAN MENYETRAP

Di zaman seperti sekarang ini pun masih ada orangtua yang memukul anaknya. Ada kalanya anak begitu menjengkelkan sampai anda kehilangan kesabaran dan memukul tangan atau bokongnya. Memang, sekali memukul tangan tangan tak akan merusak hubungan antara anda dengan anak, tapi pukulan tersebut tak meningkatkan disiplin yang anda tegakkan atau hubungan dalam keluarga. Kalau anda sudah terlanjur beberapa kali memukul, itu bias dimaaftkan, tapi jangan lakukan itu lagi. Ada banyak cara lain yang dapat dilakuakan.

Situasi yang Tak Diharapkan

Pukulan atau tamparan lebih memberi keuntungan dan hukuman kepada pelaku daripada anak yang mengalaminya. Ini sama sekali bukan merupakan situasi yang diharapakan. Jika orangtua merasa bahwa memukul anak merupakan tindakan yang tepat, maka ia cendrung akan semakin sering melakukannya dan akan berkembang hubungan yang diwarnai kebencian antara orangtua dan anak. Dan orangtua memberi contoh yang baik.

Perbedaan Pendapat Di Antara Orangtua

Pukulan paling banyak menimbulkan masalah dalam keluarga yang berbeda pendapat tentang diterapkannya tindakan tersebut. Jika si ayah tetap memukul, kemungkinan si ibu akan diam dan frustasi melihatnya atau melindungi si anak sambil menjelaskannya “sebenarnya ayah tak ingin memukulmu” atau “tak semestinya ayah memukulmu”. Ini akan memnberikan perlindungan kepada anak sehingga ia merasa lebih berkuasa daripada ayahnya sehingga pukulan tadi sama sekali tak ada artinya. Ini bias membuat ayah semakin sering memukul anak karena ia merasa diabaikan dan sikap anak semakin keras tak patuh serta perlu dihukum. Anak sering kali menangis lebih keras untuk menarik perhatian dan perlindungan si ibu.

Risiko Tindak Kekerasan

Kehidupan nyata lebih rumit dari contoh kasus yang saya berikan. Barang kali si ayah tetap memukul anak walupun si ibusetuju atau tidak. Kemungkinan ayah menolak untuk mendatangi konselor dan tetap memukul anak. Meski memukul merupakan bukan tindakan kekerasan, anak prasekolah masih terlalu kecil tak berdaya, sementar orangtua yang memukul kadang-kadang marah sehingga pukulan semakin keras dan bisa disertai tendangan, selanjutnya terjadilah tindakan kekerasan fisik.
Memberi Perlindungan
Ketika mengalami masa-masa sulit dalam kehidupan, para ibu biasanya mencurahkan perasaan kepada anak mereka, terutama anak sulung, dan ini bias menimbulakan resiko yang cukup berarti. Kelak anak akan sulit mengembalikan kepercayaan dan rasa hormat kepada orangtuayang telah melakukan tindakan kekerasan walapun kini sudah berubah. Terlebih lagi, jika anak sudah dianggap dewasa, maka ibu terlihat tak berdaya sehingga baginya akan sulit juga mempercayai ibunya. Sebaiknya anak prasekolah jangan diberi penjelasan yang terlalu mendetail karena mereka belum dapat memahaminya. Sementara anak-anak perlu rasa aman dan tenang, menyadari bahwa orang tua yang tegar dan penuh kasih sayang yang melindungi mereka. Alternatif lain yang lebih baik daripada memukul adalah menyetrap.
Boks, kursi, dan kamar. Boks tempat tidur merupakan tempat menyetrap yang paling baik bagi balita untuk pertama kalinya. Jika anda sudah terlalu besar untuk diletakan di boks, selanjutnya bias digunakan kursi sebagai tempat menyetrap.sebagian orangtua menggunakan tangga kelantai atas sebagi tempat menyetrap.
Gunakan timer.timer berguna dalam menyetrap anak. Ketika anda mendengarkan bunyi timer, ia tahu dirinya boleh meninggalkan tempat di mana ia di setrap. Anak usia prasekolah cukup disetrap untuk jangka waktu yang pendek saja dan jangan terlalu lama. Lima menit sudah cukup membuat mereka jera untuk melakukan lagi kenakalannya.
Memberi alasannya. Anak perlu memahami alasan mengapa ia di setrap. Pertama kali anak melakukan kenakalan, ia perlu diberi penjelasan dan diajarkan bagaimana semestinya ia bersikap. Misalnya jika ia merebut mainan teman, ia harus diajarkan untuk berbagi dan konsep menunggu giliran mesti diajarkan. Jika anak kembali merebut mainan, ia perlu di setrap.
TIM PENDUKUNG
Sekarang ini, urusan pengasuhan anak semakin rumit. Dalam keadan yang semakin kompleks, sulit mendata beragam penitipan anak yang dapat mempengaruhi anak usia prasekolah. Suatu tim olahraga tak akan mmenangkan permainan jika anggota tim membuang energinya untuk saling menyerang satu sama lain. Seperti halnya dalam keluarga, masing-masing anggota keluarga tak akan merasa senag jika mereka yang bertanggung jawab memberi kasih sayang dan pengasuhan saling melakukan sabotase kekuasaan atau saling bersaing untuk menjadi pengasuh yang baik.

Peran Serta Ayah

Peran ayah dalam keluarga tekah berubah dramatis dari generasi yang lalu dan lebih lagi dibandingkan dengan generasi kakek-kakek kita. Perubahan tersebut biasanya menyenangkan bagi para ibu dan juga para ayah itu sendiri.
Meski para tak bias mengandung, mereka juga ikut mempersiapkan diri ketika ibu mulai mengandung bayi mereka. Malahan, biasanya mereka mengatakan, “kami akan punya anak,” bukan mengatakan, ”istri saya punya anak.” Selama kehamilan dan persalinan para ayah juga ikut mempersiapkan diri dan memberi dukungan serta semangat kepada ibu.

Komunikasi

Kerjasama tim perlu perencanaan dan komunikasi. Baik orangtua, kakek-nenek, maupun pengasuh anak, tak ada yang dapat membaca pikiran orang. Lagi pula, tak ada satu cara yang paling tepat untuk mengasuh anak dan merupalan hal yang lumrah jika masing-masing orang punya berbeda tentang bagaimana cara mengurus anak yang baik mungkin semua cara itu benar.

Bagaimana rasanya?

Anda lebih bisa memahami contoh tersebut jika anda merupakan pihak yang dikesampingkan. Anda akan marah dengan apa yang akan dilakukan suami, mertua, atau pengasuh sehari-harinya.sementara jika Anda-lah yang melakukan hal tersebut,mungkin anda berpikir, “memangnya kenapa? Itu bukan persoalan yang besar, Cuma soal permen”.

Hormat

Jika anda ingin mengajarkan agar anak-anak menghormati orang yang mengajar dan membimbing mereka, maka orang-orang dewasa harus menunjukkan bahwa mereka saling menghargai satu sama lain. Jika orangtua tak saling menghargai dengan membiarkan anak mengabaikan aturan-aturan yang ditetapkan salah satu orangtua, anak pun akan belajar untuk menghargai mereka
MEMILIH PENITIPAN ANAK YANG BAIK
Mungkin anda perlu menitipkan anak agar ia bergaul atau anda bisa kembali bekerja. Criteria keduanya sama, hanya saja sikap konsisten dan komunikasi antara rumah dan sekolah lebih penting jika anak melewati jangka waktu yang cukup panjang di luar rumah. Komunikasi antara rumah dan sekolah penting bukan hanya karena itu akan membuat anda mersa tenang dengan lingkungan tempat anak dititipkan, melainkan juga karena anda, sebagai orangtua, bisa mengikuti perkembangan anak meski tak bisa bersama mereka sepanjang waktu.

Suasana

Pengasuh haruslah penuh kasih sayang terhadap anak. Jika staf di tempat tersebut tampaknya menganggap anak sebagai pengacau, anak bisa menjadi seperti itu, dan ini bukan suatu permulaan yang baik. Sebaiknya jika mereka menekankan pendekatan positif dalam menghadapi problem prilaku, maka bisa diharapkan lingkungan tersebut baik bagi anak anda.

Staf

Pertama, anda perlu melihat rasio staf pengasuh dengan anak. Idealnya satu staf menangani tak lebih dari delapan anak. Untuk anak yang lebih kecil, rasio semstinya 4:1 atau 6:1 , tergantung umur balita. Tanyakan latar belakang prndidikan training dan training pra staf. Direktur semestinya lulusan perguruan tinggi dalam bidang pendidika prasekolah. Staf lain sebaiknya sudah menjalani pelatihan selama dua tahun sudah menjalani latihan kerja.
Organisasi Kelas

Oraganisasi dalam batasan yang wajar sangat penting bagi anak yang mempelajri tanggung jawab dan disiplin dari sejak dini. Rutinitas yang mengajarkan anak-anak mengenai sopan santun, tanggung jawab merapikan, bersikap baik dengana anak lain, dan hormat kepada guru akan mempersiapkan mereka untuk sekolah. Lingkungan kelas yang tak terorganisir dan tak terkendalibisa menimbulkan perasaan tidak aman pada anak yang biasanya akan terlihat ketika berada di rumah.

Menumbuhkan Kecintaan Pada Buku

Kebanyakan tempat penitipan anak dan prasekolah berusaha menumbuhkan kecintaan pada buku karena membaca merupakan syarat bagi tumbuhnya cinta belajar. Membaca buku cerita selama beberapa jam sehari tak semstinya digantikan dengan televisi demi kepraktisan. Televisi mesti diberikan dalam porsi kecil atau tidak sama sekali bagi anak-anak usia prasekolah.

Seni, Ekspresif Kreatif, dan Rasa Ingin Tahu

Permainan dan peralatan mestinya meluputi alat-alat melukisdan menggambar, balok-balok besar dan kecil, mainan imajinasi, dan juga perlengkapan outdoor. Suasana dimana anak diharapkan utnuk bereksplorasi, menciptakan dan menemukan, merasakan dan menyentuh, serta tak hanya meniru orang dewasa, akan menciptakan lingkungan yang kreatif. Perhatikan apakah rasa ingin tahu anak mendapat dorongan. Jika keadaan terlalu kaku, minat mereka pun trak tersalurkan.

Musik, Tari, dan Gerakan

Gerakan kreatif akan menimbulkan ras cinta anak terhadap musik dan irama. Tarian dan gerakan yang menyenangkan denag diiringi musik mesti harus menjadi bagian dari kegiatan harian anak prasekolah. Musik juga penting bagi perkembangan otak sejak dini.

Permaian Outdoor dan Eksplorasi

Eksplorasi terhadap alam mungkin sangat terbatas di daerah perkotaan. Tapi mengenal cuaca, hewan dan alam bisa dilakukan dalam taman dan tempat bermain, dan ini penting bagi anak-anak . kemampuan melakukan observasi dan ras ingin tahu mesti didorong dengan kesadaran lingkungan. Hal ini sangat penting bagi anak balita.

Persiapan Akademis

Prasekolah mesti meberikan persiapan akademis tetapi tidak terlalu banyak. Pendekatan yang lebih holistic adalah penting bagi anak berkembang dengan semestinya. Pada usia 4 tahun, persiapan akademis mulai diperbanyak.

Sistem Nilai

Agama, nilai-nilai tentang kejujuran, rasa hormat, tentang kehidupan binatang, suaka alam, dan sebagainya, harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut keluarga anda. Meski tak seharusnya sama, setidaknya sesuai harus sesuai dengan yang anda pikir cocok untuk anak anda.

Kebebasan Memilih dalam Batas-Batas Tertentu

Sebagian sekolah menerpakan kurikulum yang sama bagi semua murid dan sebagian lainya membiarkan anak memilih berdasarkan minat dan perkembangan mereka. Pealjaran prasekolah yang kaku tak memperhatikan perbadaan masing-masing individu. Membiarkan anak memilih apa saja yang dikehendakinya juga mengandung resiko. Anak cendrung akan memilih sesuai minatnya dan berusaha mendapatkannya, tetapi mengabaikan hal-hal yang membosankan padahal perlu dipelajari sebagai persiapan masuk taman kanak-kanak.

Nutrisi

Jika anak makan pagi atau siang di penitipan, tanyakanlah program nutrisi dan pilihan makan yang diberikan.makanan hangat tentu sangat enak jika kedua orangtua bekerja dan tak sempat menyiapakn makan malam yang hangat di rumah. Tetapi mungkin anda ingin membelikan sandwich atau snack yang disukai anak jika mereka susah makan meskipun anak yang susah makan biasanya lebih berselera ketika makan bersama-sama.

Tidur Siang

Periksalah jadwal tidur siang di penitipan,apakah sesuai jadwal rutin anak adna selama ini. Mungkin anda perlu melakukan perubahanrutinitas anak jika ternyata ada masalah, meminta penitipan agar melakukan penyesuaian bagi anak anda. Pertanyaan dan diskusi mengenai hal tersebut akan membantu anda melihat fleksibelitas para staf.anak balita perlu penyesuian, khusunya sebelum mereka mempelajari rutinitas sekolah. Anak yang bangun pagi-pagi perlu tidur siang, anda bisa mepertimbangkan apakah waktu tidur anak perlu disesuikan.

Pengasuh Alternatif Lain

Jika anda ingin pengasuh atau saudara yang mengasuh anak anda di rumah, dengan mengunjungi tempat penitipan anda bisa mendapat ide-ide yang kemudian bisa diberikan kepada pengasuh tersebut. Checklist untuk memilih tempat penitipan anak bisa juga digunakan ketika anda mewawancarai pengasuh.

Memilih Pengasuh Anak

Memilih pengasuh yang baik lebih sulit daripada memilih penitipan anak. Agen penyalur baby sitter yang juga memberikan pelatihan bagi mereka mungkin akan memudahkan bagi anda. Lakukan wawancara dengan pengelola agen tersebut agar anda mendapat gambaran mengenai proses penyaringan calon baby sitter agar anda merasa yakin bahwa pengsuh tersebut cukup terampil dalm mengasuh anak. Selain itu, anda juga mestinya mewawancarai calon pengasuh itu sendiri. Pastikan bahwa agen untuk mengembalikan pengasuh yang menurut anda tak sesuai. Pengasuh akan memberi pengasuh besar pada anak yang diasuh.

Senin, 25 Mei 2009

pendidikan dasar

Tidak Gratis, Kena Sanksi
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Soedibyo menyatakan, bupati berhak memberikan sanksi bagi sekolah yang tidak memberikan pendidikan dasar (dikdas) secara gratis.
"Sanksi bagi sekolah yang tidak memberikan pendidikan gratis tergantung pada Bupati," kata Mendiknas kepada wartawan seusai Sosialisasi Wajar Dikdas Gratis 9 Tahun dan PP No 74 Tahun 2008 Tentang Guru, di Pendapa Sipanji Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Menurut dia, sanksi tersebut harus jelas dan dipertegas dengan peraturan daerah (perda) dikdas gratis yang dibuat masing-masing kabupaten/kota.
Disinggung mengenai masih banyaknya daerah yang belum membuat perda dikdas gratis, dia mengatakan, tanpa perda sebenarnya pendidikan gratis sudah berjalan dan dilaksanakan kepala sekolah. "Tetapi dengan perda, akan jelas mana yang boleh dan mana yang tidak," katanya.
Dengan demikian, keberadaan perda menjadi dasar aturan yang jelas kalau ada sekolah yang dikenai sanksi atau diproses oleh inspektorat jenderal atau diperiksa polisi.
Sebelumnya, saat menghadiri acara yang sama di Pendapa Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah,, Mendiknas mengatakan, pemerintah kabupaten/kota harus mempertegas peraturan daerah (perda) yang mengatur pendidikan dasar (dikdas) gratis. "Perda dikdas gratis yang dibuat pemerintah kabupaten/kota harus dipertegas," katanya.
Menurut dia, dalam perda tersebut harus dipertegas pula tentang pengelolaan dana operasional sekolah (BOS) termasuk sanksi bagi sekolah yang melanggarnya.
Ia mengatakan, perda pendidikan gratis di setiap kabupaten berbeda dengan daerah lain karena disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah.
"Pendidikan gratis bukan berarti semuanya dibebankan pada BOS karena dana BOS hanya sebatas pada biaya pendidikan," katanya.

Cukup 3 Pelajaran di Sekolah Dasar
Idealnya siswa Sekolah Dasar (SD) cukup hanya diberikan tiga mata pelajaran, sebab semakin banyak mata pelajaran yang diberikan hanya akan menambah beban dan membuat mereka bingung.
Pengamat Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU), Zulnaidi, di Medan, Sabtu (15/11), mengatakan, yang sangat dibutuhkan bagi anak didik ditingkat SD sebenarnya hanyalah tiga prinsip dasar pendidikan yakni pintar berhitung, pintar membaca, dan menulis. Dengan pintar membaca, apapun ilmu yang ingin diketahui bisa didapat dan jika memiliki pemikiran cemerlang siswa bisa menuangkannya dalam tulisan.
"Jadi di SD secara esensinya mata pelajaran itu tidak usah terlalu banyak agar siswa didik tidak menjadi stres dan kreativitasnya bisa lebih berkembang," katanya.
Selama ini pendidikan di Indonesia juga belum bisa mencapai tujuan seperti yang tercantum dalam UU tujuan pendidikan nasional. Pendidikan yang bermutu adalah yang mampu membawa sumber daya manusia kearah yang lebih unggul.
Sesuai undang-undang, pendidikan itu harus mampu mengantarkan para siswa menjadi warga negara yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap kemajuan bangsa, sehingga acuan kesuksesan pendidikan tidak hanya diukur dengan mampu menghasilkan uang banyak dan menjadi kaya.
Kalau pendidikan hanya sebatas mampu menghasilkan uang, itu merupakan karakter pendidikan yang paling jelek dan sebaiknya para pelaku pendidikan harus berusaha mengubah orientasi pendidikan yang sudah terlanjur salah selama ini.
"Bukan negara yang kaya yang bisa menjamin pendidikan bermutu, tapi pendidikan bermutu yang bisa menjadikan sebuah negara menjadi kaya. Jadi saat ini adalah bagaimana caranya kita semua termasuk pemerintah bisa mengendalikan pendidikan kearah yang lebih baik lagi," katanya.

Minim, Perpustakaan di Tingkat Pendidikan Dasar
Fasilitas perpustakaan sebagai salah satu sarana dan prasarana di sekolah yang penting untuk meningkatkan mutu pendidikan masih rendah. Kondisi perpustakaan yang memprihatinkan, baik soal ruangan perpustakaan maupun koleksi buku-buku yang tersedia, justru terjadi di tingkat pendidikan dasar.
Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3 persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10 persen.
Yanti Sriyulianti, Koordinator Education Forum, di Jakarta, Selasa (13/1), mengatakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai standar nasional merupakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat bisa menuntut pemerintah pusat dan daerah jika terjadi kesenjangan mutu pendidikan akibat sarana dan prasarana yang timpang di antara perkotaan dan pedesaan atau di antara sekolah-sekolah yang ada.
Perpustakaan yang merupakan salah satu tempat untuk siswa dan guru mencari sumber belajar belum dianggap penting. Keberadaan perpustakaan hanya sekadar memenuhi syarat tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya fasilitas perpustakaan disediakan dan bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa dan guru untuk menumbuhkan minat baca.
Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan, mengatakan pendidikan dasar di Indonesia yang diamanatkan konstitusi untuk menjadi prioritas pemerintah masih berlangsung ala kadarnya. Pemerintah masih berorientasi pada menegejar angka statistik soal jumlah anak usia wajib belajar yang bersekolah, sedangkan mutu pendidikan dasar masih minim.
Padahal, soal sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar nasional sarana dan prasarana. Peraturan ini memberi arah soal keberadaan perpustakaan di setiap sekolah.

Eropa Bantu Pendidikan Dasar di Indonesia
- Indonesia mendapatkan dana hibah untuk pengembangan Program Kapasitas Pendidikan Dasar atau Basic Education Capacity -Trust Fund (BEC-TF) dari Pemerintah Belanda dan Komisi Eropa. Dana hibah ini untuk jenis hibah peningkatan kapasitas meliputi 50 kabupaten/kota, hibah program rintisan meliputi 6 kabupaten dan 30 sekolah, serta hibah program pusat pembelajaran yang berhasil bagi 6 institusi pendidikan.
Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, Suyanto dalam acara sosialisasi dan workshop seleksi kabupaten kota calon penerima program Tahun 2008-2009, di Jakarta, Kamis (24/7), mengatakan pada tahap pertama dana hibah dari Pemerintah Belanda dan Komisi Eropa mencapai 51 juta dolar AS atau sekitar Rp 459 miliar. Dari nilai tersebut, 33 juta dolar AS dikelola pemerintah Indonesia dan 18 juta AS dikelola Bank Dunia.
Program BEC-TF ini lebih ditujukan bagi upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah agar dapat meningkatkan peran dan tanggung jawabnya dalam konteks desentralisasi. Kapasitas yang dikembangkan antara lain mencakup penguatan perencanaa, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia serta sistem monitoring dan evaluasi.
5.151 Anak Tak Enyam Pendidikan Dasar
Kepala Dinas Pendidikan DIJ Prof Suwarsih Madya PhD mengakui, pendidikan di DIJ saat ini belum merata. Ada beberapa kantong keluarga miskin yang belum terjamah program wajib belajar, baik sembilan tahun maupun 12 tahun. Itu terbukti dengan masih adanya sekitar 5.151 anak miskin yang belum mengenyam pendidikan dasar.
“Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Misalnya, mereka tidak memiliki beaya untuk sekolah dan budaya orang tua yang mendiskreditkan pendidikan. Keduanya harus diatasi dengan pendekatan berbeda,” ujar Suwarsih, menanggapi kritikan gubernur DIJ akan ketidakmerataan pendidikan di wilayahnya kemarin.Mereka yang tak bisa menikmati bangku sekolah karena miskin, menurut Suwarsih, bisa diatasi dengan beasiswa. Misalnya, melalui program retrieval. Hanya, kemungkinan pemberian beasiswa belum merata sehingga ada warga miskin yang tidak kebagian.
“Untuk itu, dalam waktu dekat saya akan meminta kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota untuk fokus terhadap kantong keluarga miskin. Warga miskin harus didekati dengan pendekatan khusus. Ubah paradigma berpikir yang mengatakan banyak lulusan sekolah yang juga menjadi pengangguran. Itu salah satu pemikiran warga miskin yang menafikan arti penting pendidikan,” tegas guru besar UNY ini.
Ditegaskan mantan diplomat ini, tingginya anak putus sekolah tidak hanya karena faktor kemiskinan. Tapi juga budaya. Ada keluarga kaya tapi tidak ingin anaknya sekolah. Sebab menurut mereka sekolah itu tidak penting.
“Yang penting ya bekerja dan cari uang yang banyak. Mereka tidak mengetahui bahwa pendidikan juga bermanfaat untuk membentuk pribadi yang tangguh, bertanggung jawab, mandiri, dan beradab,” tambahnya.Angka partisipasi kasar (APK) SD/MI DIJ mencapai 109 persen. Tetapi masih ada sekitar 5.000 anak miskin yang tidak sekolah di SD. “Memang saatnya APK tidak menjadi satu-satunya acuan bahwa pendidikan telah merata. Perlu ada indikator yang lain,” tutur Suwarsih.

pendidikan layanan khusus

PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

1. Ribuan Siswa Berkebutuhan Khusus Belum Terlayani

Kamis, 26 Februari 2009
BANDUNG, KAMIS — Lebih dari 36.000 siswa berkebutuhan khusus di Jawa Barat belum mendapat pelayanan pendidikan. Terbatasnya sekolah luar biasa di daerah menjadi salah satu kendala utama. Setidaknya ada 7 kabupaten/kota di Jabar yang hingga saat ini belum memiliki SLB.
Gubenur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkan hal itu di sela-sela acara peresmian SLB Negeri B Cicendo Kota Bandung, Kamis (26/2). SLB saat ini rata-rata baru satu buah di kabupaten/kota. Akibatnya, banyak yang belum terlayani, bahkan jauh dari perhatian. "Padahal, mereka sama-sama anak bangsa dan jadi bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan," ucapnya.
Untuk itu ia berharap, setidaknya pada 2010 mendatang, seluruh kabupaten/kota di Jabar sudah memiliki SLB. Menurutnya, saat ini setidaknya ada tujuh kabupaten/kota di Jabar yang belum mempunyai SLB. Di dalam sambutannya, ia menegaskan, Pemprov Jabar akan mendukung sepenuhnya pengadaan sekolah-sekolah luar biasa di daerah yang belum terjangkau SLB.
Dukungan ini mencakup pembebasan lahan tanah, anggaran dana operasional, hingga tenaga pengajar. "Jika perlu dialih kelola seperti ini (SLBN B Cicendo) ya jangan ragu dilakukan," ucapnya. SLBN B Cicendo adalah SLB khusus tunarungu yang saat ini telah dialih kelola oleh Pemprov Jabar. Dahulu, sekolah ini dikelola oleh swasta dengan nama SLB B Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran Anak Tunarungu (P3ATR) Cicendo.
Dengan alih kelola ini, diharapkan SLB dapat lebih maksimal melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Sebab, manajemen dan anggarannya itu dilakukan langsung oleh pemerintah. "Di sini, sekolah bukan sekadar mendapat dana BOS, tetapi juga bagaimana agar guru-guru lebih profesional dan sarananya lebih bisa ditingkatkan," ucapnya. Total SLB di Jabar saat ini berjumlah 286, di mana 26 di antaranya (10 persen) adalah berstatus negeri.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wachyudin Zarkasyi optimistis, pada 2010 mendatang, setidaknya setiap kabupaten/kota sudah memiliki SLB. Apalagi, mengingat pengelolaan pendidikan luar biasa saat ini berada dalam tanggung jawab pemerintah provinsi. Saat ini, Disdik Jabar setidaknya tengah membangun tiga unit SLB baru di tiga daerah yang belum memiliki SLB yaitu Kota Cimahi, Kota Banjar, dan Kabupaten Cianjur.

Guru terbatas
Ia mengatakan, dari 48.612 penyandang cacat usia sekolah yang ada di Jabar saat ini, baru 12.423 (25,5 persen) di antaranya yang terlayani pendidikan. Selain sarana dan prasarana, terbatasnya guru yang profesional menjadi kendala pelayanan pendidikan luar biasa. Dari 2.678 guru PLB, baru 889 di antaranya yang berkualifikasi sarjana. Sisanya itu adalah bergelar diploma dan SMA sederajat.
Padahal, seperti yang diungkapkan Pejabat Sementara SLBN B Cicendo Priyono, pada prinsipnya, pelayanan di SLB dengan sekolah umum sangat berbeda. Rasio pengajar dan siswa di SLB umumnya lebih kecil daripada sekolah umum. Jadi, kalau di sekolah umum satu kelas bisa 30-40 orang, di SLB itu hanya 5 orang, ucapnya. Konsekuensinya, ini membutuhkan lebih banyak guru.



2. Pemerintah Diminta Lebih Serius Layani Pendidikan Khusus

Senin, 13 April 2009 | 12:14 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengamat Pendidikan Utomo Dananjaya meminta pemerintah lebih serius melayani anak Indonesia yang membutuhkan pendidikan layanan khusus. Selama ini, kata Utomo, pendidikan layanan khusus dilakukan oleh masyarakat lewat yayasan atau lembaga swadaya masyarakat. Padahal, ia melanjutkan, pemerintah lah yang harus menanggung beban anak Indonesia berkebutuhan khusus ini.

"Pemerintah harus menyiapkan anggaran yang cukup untuk pendidikan layanan khusus, pemberian tanggung jawab kepada lembaga/masyarakat tidak cukup, tidak ada jaminan pendidikan akan terus berlanjut," kata Direktur Institute of Education Reform in, Senin (13/4).

Utomo menganggap pemerintah saat ini lebih bangga memberikan layanan pendidikan khusus untuk anak cerdas, sedangkan untuk anak miskin cenderung diabaikan. "Pemerintah bersikap diskriminatif pada anak miskin dan tertinggal," katanya.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Ekodjatmiko Sukarso menyatakan sekitar tiga juta anak Indonesia kesulitan mengakses layanan pendidikan formal (sekolah reguler). Anak-anak itu terdiri dari 2,6 juta orang pekerja anak, 15 ribu orang anak yang lahir di daerah transmigrasi, dan ada 2000 an anak lain yang tersebar di 18 lembaga pemasyarakatan anak.

Selain itu, ada pula anak-anak korban perdagangan orang, anak-anak yang besar di daerah konflik, anak-anak yang hidup di lokasi pelacuran, anak dengan HIV/AIDS, dan anak putus sekolah karena kemiskinan/budaya.

REH ATEMALEM SUSANTI



3. NTT selenggarakan pendidikan layanan khusus

KUPANG, SPIRIT -- Pendidikan Layanan Khusus (PLK) resmi diselenggarakan di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Peresmian penyelenggaraan pendidikan ini ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung PLK di Kelurahan Oebufu, Kota Kupang oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Luar Biasa (PPLB), Departemen Pendidikan Nasional RI, Ekodjatmiko Sukarso.
Peletakan batu pertama ini disaksikan oleh Direktur Yaspurka Kupang, Y Aryanto Ludoni, B.Sc, Kepala Sub Dinas (Kasubdin) Pendidikan Layanan Khusus, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Propinsi NTT, Willy Paga, S.Fil, Kasubdin Sekolah Menenga Pertama (SMP)/Sekolah Menengah Atas (SMA), Yusuf Miha Ballo, rombongan dari Jakarta, para guru dan kepala sekolah mitra dan dan ratusan calon warga belajar dari beberapa sekolah kejuruan di Kota Kupang. Selain di Kota Kupang yang diselenggarakan oleh Yaspurka Kupang, PLK juga diselenggarakan di wilayah Tenukiik, Fatubanao, Manumutin di Kabupaten Belu.
Seperti disaksikan Pos Kupang, Direktur PPLB, Ekodjatmiko Sukarso yang datang bersama rombongan dari Jakarta disambut dengan tarian penjemputan tebe-tebe dari Kabupaten Belu, diberi kalungan bunga serta pakaian adat lengkap dari TTS. Acara ini dimeriahkan dengan tarian dan vokal grup dari SMA Kristen Tarus dan SMK Mentari Kupang.
Dalam sambutanya, Ekodjatmiko mengatakan, PPLB lahir karena adanya Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Yang dikenal selama ini, katanya, pendidikan formal yakni sekolah dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), pendidikan non formal, yakni PKBM-PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) seperti Paket A, B ,C, dan pendidikan informal. Pendidikan non formal, kata Ekodjatmiko, filosofinya untuk pendidikan orang dewasa, tetapi munculnya kebijakan politis pemerintah bahwa tahun 2008, Indonesia harus sudah menuntaskan buta aksara maka penyelenggarakan pendidikan ini juga diberikan kepada anak usia 15 sampai 45 tahun.
Menurutnya, PLK menampung anak-anak yang mengalami trauma akibat bencana alam, perang, anak-anak cacat, anak-anak yang tidak beruntung dalam bidang ekonomi dan anak-anak dengan kecerdasan istimewa, anak-anak suku terasing, anak korban pengungsian. Dalam penyelenggaraanya ke depan, katanya, PLK harus bekerja sama dengan perguruan tinggi setempat. Dikatakanya, PLK memiliki mobile school untuk melakukan pendekatan pelayanan pendidikan kepada anak-anak. Sedangkan metode penyelenggaraan pendidikan adalah lokal wisdom (kearifan lokal) dimana kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP) sesuai dengan kearifan lokal, dengan 20 persen teori dan 80 persem praktek.
Sementara itu, Kasubdin PLK Dinas P dan K Propinsi NTT, Willy Paga, S.Fil, mengatakan, PLB di NTT sudah ada sejak tahun 2000 yang ditetapkan melalui peraturan daerah (Perda) Tahun 2000, dan saat ini sudah berjalan delapan tahun, mulai dari tingkat TKLB sampai SMALB. Pendidikan ini merupakan sekolah yang menampung anak-anak dengan layanan khusus. Di NTT, katanya, ada 24 sekolah terpadu dan sembilan sekolah akselerasi yang selalu lulus UN 100 persen. Sedangkan untuk PLK, katanya, ada beberapa yayasan yang mengelolah, namun yang komitmen dengan PKL hanya Yaspurka Kupang.
Sementara itu, Direktur Yaspurka Kupang, Y Arhyanto Ludoni, B.Sc, dalam sambutanya mengatakan, berterima kasih karena pemerintah melalui Dirjen PPLB sudah mau mencetuskan pendidikan layanan khusus untuk anak-anak termarjinalkan untuk mengenyam pendidikan. Sebagai orang yang juga komit dengan pendidikan, ia akan terus belajar untuk menyukseskan pengetasan buta aksara di NTT dan akan belajar terus megelolah PLK. Karena menurutnya, berbicara pendidikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. *




4. Pendidikan Layanan Khusus untuk Daerah-daerah Bencana

Jakarta, Kompas - Model pendidikan di daerah pascabencana gempa bumi dan tsunami Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut) hendaknya disertai kebijaksanaan dan perlakuan khusus, mengingat situasinya sangat tidak normal dibandingkan daerah-daerah lainnya. Perlakuan serupa juga harus diberikan kepada daerah-daerah yang sebelumnya dilanda gempa bumi, seperti Alor di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nabire di Papua.
Pendidikan layanan khusus bisa diwujudkan antara lain dengan membangun sekolah berasrama atau pesantren. Terhadap siswa dan mahasiswa yang kehilangan dokumen dalam melanjutkan pendidikan, seperti ijazah dan rapor, harus diberikan kemudahan administratif.
Demikian kesimpulan Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Nasional di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Kamis (13/1). Rapat yang dipimpin Ketua Komisi X DPR Heri Akhmadi tersebut secara khusus membahas langkah-langkah penanganan pascabencana alam di NAD dan Sumut, serta Papua dan NTT.
Pada kesempatan itu, Mendiknas Bambang Sudibyo antara lain didampingi Sekjen Depdiknas Baedhowi, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi, dan Dirjen Pendidikan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin menegaskan, pendidikan layanan khusus di daerah bencana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 32 Ayat (2) berbunyi: pendidikan layanan khusus diberikan kepada peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Berkaitan dengan itu, Mendiknas telah menyiapkan langkah-langkah penanganan jangka pendek (1-6 bulan) dan jangka panjang (4-5 tahun). Penanganan jangka pendek bertujuan memulihkan kembali kelangsungan proses pembelajaran dalam situasi darurat. Tahapan ini mencakup pendidikan formal (persekolahan) dan non formal (luar sekolah).
Pada jalur formal, Depdiknas sedang membangun sekolah tenda dengan kapasitas 40 orang per kelas. Setiap kelas ditangani tiga orang guru. Sekolah darurat didirikan di sekitar lokasi pengungsian sehingga kegiatan belajar-mengajar sudah bisa dimulai paling lambat 26 Januari 2005.
Guru bantu
Khusus untuk wilayah NAD, Depdiknas juga segera mengisi kekurangan tenaga guru yang meninggal akibat bencana. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi mengatakan, pada tahap awal, guru bantu yang ditugaskan di NAD tidak lain adalah para guru bantu yang baru saja dikontrak untuk daerah itu.
"Kebetulan, pada akhir 2004, di NAD telah dikontrak sekitar 3.000 guru bantu. Untuk sementara mereka itulah yang diterjunkan mengisi kekurangan guru di daerahnya," ujar Indra.
Ia menambahkan, jumlah yang dibutuhkan untuk bertugas di sekolah-sekolah darurat di sekitar kamp pengungsi sekitar 2.800 orang. Daripada gegabah mengontrak guru bantu baru, akan lebih efektif jika guru yang sudah telanjur dikontrak tadi difungsikan secara optimal.
Lagi pula, secara sosio-kultural, para guru bantu tersebut sudah paham situasi masyarakat Aceh. Peran ganda mereka sangat dibutuhkan untuk membangkitkan semangat hidup para murid dan guru agar bisa melupakan trauma bencana.
"Jika nanti ternyata masih dibutuhkan tambahan guru bantu, tentu ada perekrutan guru bantu sesuai jumlah yang dibutuhkan," ujar Indra.
Jumlah yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah sekolah darurat maupun sekolah permanen yang didirikan pascabencana. Sekolah darurat maupun sekolah permanen yang dibangun itu mungkin hanya 70-80 persen jumlahnya dari sekolah yang rusak. Sebab, dua-tiga sekolah yang kekurangan murid dapat digabung jadi satu.
Pada jalur nonformal, Depdiknas dan para relawan dalam situasi darurat belakangan ini memberikan layanan pendidikan untuk membangkitkan semangat hidup para korban di kamp-kamp pengungsi. Layanan yang dimaksud berupa program pendidikan anak usia dini bagi usia 0-6 tahun, taman bacaan masyarakat bagi anak usia 7-18 tahun, serta kecakapan hidup bagi usia 18 tahun ke atas.
Kepada pers seusai rapat, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, ujian akhir pada setiap jenjang pendidikan di daerah bencana akan tetap dilakukan. Karena situasinya tidak normal, waktu ujian akhir dan standar soalnya tentu dirancang khusus.
Meski begitu, Mendiknas mengisyaratkan akan tetap menerapkan standar angka kelulusan secara nasional. "Ibarat net untuk main voli, standar kelulusan itu harus tetap distandarkan. Kalau netnya kerendahan, semua orang nanti bisa men-smash," katanya.
Guna menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya gempa dan tsunami, Komisi X meminta Depdiknas memperkaya muatan kurikulum SD hingga perguruan tinggi mengenai langkah antisipasi.Berkait dengan penggunaan anggaran untuk pemulihan kegiatan pendidikan, Komisi X menekankan prinsip kehati- hatian. Depdiknas diminta melaporkan secara rinci jumlah dan asal bantuan serta rencana alokasinya. Paling lambat Februari 2005, Depdiknas diminta mengajukan rencana menyeluruh dari rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah bencana.



5. Masyarakat Harus Dukung Pendidikan Layanan Khusus

KUPANG,SABTU-Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) harus mendukung pendidikan layanan khusus. Program ini diprioritaskan untuk anak usia sekolah di lokasi bencana, pulau atau desa terisolir, anak-anak dari keluarga sangat miskin, terbelakang, dan tidak punya orangtua.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Tobias Uly di Kupang, Sabtu (11/10) mengatakan, pendidikan layanan khusus diprioritaskan bagi anak-anak termarjinal. Mereka yang selama ini tidak mendapat pelayanan pendidikan sama sekali karena berbagai persoalani. "NTT anak-anak kelompok marjinal ini cukup banyak, selain karena kemiskinan juga kondisi wilayah kepulauan yang sangat sulit dijangkaui. Saat ini sedang dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka proaktif memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengikuti program ini,"katanya.
Peluncuran program ini untuk membantu kelompok masyarakat usia sekolah dasar yang selama ini tidak pernah tersentuh pendidikan. Diharapkan program ini dapat mengatasi kasus buta aksara di NTT yang sampai saat ini mencapai 300.000 lebih. Pendidikan bagi anak anak yang tergolong marjinal tidak dipungut biaya seperti sekolah formal. Guru-guru yang mengajar, adalah guru negeri.
Proses belajar mengajar disesuaikan dengan kondisi dan tempat tinggal para calon siswa. Pendidikan ini juga mengeluarkan ijazah yang sama seperti sekolah formal. Tetapi jenjang pendidikan layanan khusus hanya berlaku bagi tingkat sekolah dasar, dan masuk SMP mereka sudah bisa bergabung di sekolah formal. Diutamakan dalam pendidikan ini adalah keterampilan siswa untuk bisa menulis, membaca dan menghitung. Dengan modal ini mereka bisa lanjut ke SMP, dan tidak masuk kategori buta aksara lagi.

pendidikan khusus

PENDIDIKAN KHUSUS

1. Tiongkok Percepat Pengembangan Pendidikan Khusus
Kantor Berita Xinhua

Menurut laporan Kantor Berita Xinhua, kantor Dewan Negara dalam pemberithaunnya baru-baru ini menunjukkan, dewasa ini dan pada masa mendatang, Tiongkok akan mempercepat lebih lanjut pengembangan usaha pendidikan khusus dengan mengambil langkah konkret.

Menurut pemberitahuan tersebut, Tiongkok melaksanakan pendidikan wajib gratis untuk pelajar cacat, meningkatkan pembangunan sekolah pendidikan khusus, menyediakan bantuan dana kepada pelajar cacat pada periode pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, meningkatkan alokasi dana, dalam rangka menjamin sekolah pendidikan khusus beroprasi secara normal, memberantas buta huruf orang amgkatan muda yang cacat.

Pemberitahuan menyatakan, keuangan pusat akan terus mendirikan dana bantuan khusus untuk pendidikan khsuus. Pemerintah berbagai tingkat daerah perlu menambah dana bantuan khusus untuk pendidikan khusus, meningkatkan pendidikan sesuai dengan kepribadian mental dan kebutuhan khusus pelajar penyandang cacat, mengembangkan sepenuhnya pendidikan vokasional dan mendorong penempatan tenaga kerja penyandang cacat.
© China Radio International.CRI.


2. Pemerintah Lamban Atasi Pendidikan Khusus

JAKARTA (Media): Perhatian pemerintah negara berkembang, termasuk Indonesia, pada pendidikan anak-anak dengan kebutuhan khusus atau special needs masih sangat minim.

Padahal, jumlah anak dengan kebutuhan khusus yang menderita cacat seperti tuna netra, autistik, down syndrome, keterlambatan belajar, tuna wicara serta berbagai kekurangan lain, jumlahnya terus bertambah.

Pikiran di atas mengemuka dari Torey Hayden, pakar psikologi pendidikan dan pengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus asal Inggris (Kuliah Bahasa Inggris), yang juga telah menerbitkan buku berisi pengalamannya mengajar di Jakarta, kemarin.

Hayden mengungkapkan, jumlah anak dengan kebutuhan khusus di seluruh dunia terus bertambah. Kondisi serupa diperkirakan juga terjadi di Indonesia. Ia mencontohkan, diperkirakan penderita autisme di dunia mencapai satu dari 150 anak.

"Itu baru penderita autis saja, belum berbagai kekurangan lain. Berdasarkan penelitian diperkirakan jumlah anak dengan special needs, dan kriteria lain juga terus bertambah pesat, diduga terkait dengan gaya hidup dan kontaminasi berbagai polutan," ungkap Hayden yang sembilan bukunya telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia itu.

Hayden menegaskan, idealnya pemerintah memberikan perhatian pada anak-anak dengan kebutuhan khusus, sama besarnya seperti yang diberikan pada murid-murid normal. Pasalnya, sebagian anak dengan kebutuhan khusus itu memiliki potensi intelektualitas yang tidak kalah dibandingkan teman-temannya sebayanya. Selain itu, pendidikan yang memadai serta disesuaikan dengan kebutuhan mereka juga akan membuat anak-anak tersebut, dapat hidup dengan wajar serta mengurangi ketergantungannya pada bantuan keluarga dan lingkungannya.

Namun, lanjut Hayden, dengan minimnya pendidikan yang diberikan pada mereka, anak-anak yang telanjur dicap cacat itu, justru akan menjadi beban sosial yang akan merepotkan keluarga dan lingkungannya. "Selain dibutuhkan jumlah sekolah yang memadai untuk mereka, juga diperlukan pola pendidikan yang tepat. Selain tentunya guru yang memadai dan benar-benar mencintai mereka," ujar penulis buku terlaris Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil, yang rencananya hari ini penulis yang kini tinggal di North Wales ini, bertemu Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) A Malik Fajar serta memberikan ceramah di Jakarta, Bandung serta Yogyakarta.

Untuk kasus Indonesia, konflik merebak di berbagai daerah, Hayden melihat dari berbagai sisi, telah membuat banyak anak mengalami trauma sosial. Mereka juga memerlukan pola pendidikan khusus berbeda dengan teman-temannya. Anak-anak yang pernah mengalami dan menyaksikan kekerasan, kata Torey, memerlukan pendekatan yang berbeda disesuaikan dengan kondisi psikologis mereka.

Anak-anak tersebut, urai Hayden, harus diyakinkan bahwa mereka dicintai lingkungannya. Selain memberikan muatan pendidikan formal, guru-guru pun, seharusnya mau mendengar keluh kesah mereka serta melakukan pendekatan psikologis lainnya.

"Ya, saya mendengar tentang kondisi di Indonesia. Jika kondisi traumatis itu dibiarkan begitu saja, kita tak akan tahu apa yang akan terjadi pada mereka nantinya setelah dewasa. Yang penting, bagaimana caranya agar anak-anak itu tetap memiliki harapan dan keyakinan tentang masa depan yang lebih baik, bahwa kondisi buruk yang terjadi sekarang bisa berubah nantinya," ujar Hayden.

Sementara itu, Haidar Bagir, Ketua Yayasan Lazuardi Hayati yang mengelola sekolah unggulan, dan mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus, di tempat yang sama, sepakat dengan pikiran yang digulirkan Hayden. Haidar mengungkapkan, selain mengalami kekurangan jumlah sekolah yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak-anak dengan kebutuhan khusus, Indonesia pun harus melakukan perbaikan pada kurikulum pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.

"Padahal, jelas-jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD), disebutkan bahwa anak telantar dan anak cacat itu menjadi tanggungan negara. Jadi, yang dibutuhkan sekarang adalah sejauh mana amanat UUD itu bisa dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari. Namun, daripada menunggu pemerintah, kami mencoba bergerak lebih dahulu, termasuk memberikan Beasiswa bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah kami," tukas Haidar, Direktur Utama Mizan Publika, perusahaan yang menerbitkan buku-buku Torey Hayden.

Sumber: Media Indonesia, 7 September 2004


3. SOSIALISASI SUBSIDI PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

DI KABUPATEN/KOTA SE NUSA TENGGARA TIMUR

Kegiatan Sosialisasi Program Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus berlangsung selama 3 (tiga) hari mulai dari tanggal 12 s/d 14 April 2007 bertempat di UPTD PKB Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa tenggara Timur Jln. Perintis Kemerdekaan Kota Baru Kupang. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bapak Ir. Thobias Uly, M. Si.

Kegiatan ini berlangsung lancar dan tertib dengan jumlah peserta 105 orang dengan melibatkan unsur-unsur Kepala Sekolah/Guru SLB, Sekolah Terpadu, Penyelenggara Akselerasi, Komite Sekolah dan Staf Sub Dinas PLBK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tujuan pemberian subsidi ini adalah untuk mewujudkan perluasan dan pemerataan pendidikan melalui kesempatan memperoleh pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan melalui penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu, mendorong sekolah untuk melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di sekolah serta mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Para peserta sosialisasi menyambut baik adanya pemberian subsidi dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah guna mendukung pemerataan Wajar Dikdas 9 Tahun dan menyediakan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK dan PLK) yang semakin merata dan berkualitas.


4. Kurikulum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lebih Kompleks

Jakarta, Kompas - Begitu standar isi dan standar kompetensi dikembangkan dalam kurikulum baru kelak, serta-merta terbentang berlapis tantangan di depan para pemangku kepentingan pendidikan. Sesuai tuntutan peningkatan mutu pendidikan, implikasi pengembangan kurikulum tersebut harus dibarengi pemenuhan komponen pendukung yang terstandar pula, mencakup infrastruktur persekolahan, pendidik, hingga proses.
Kalau selama ini jenjang dan satuan pendidikan untuk peserta didik yang normal saja belum semuanya terpenuhi secara terstandar, maka tantangan untuk pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus jauh lebih kompleks lagi, ujar Fauzia Aswin Hadis, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, di Jakarta.
Fauzia menguraikan, sasaran pendidikan khususselama ini disebut pendidikan luar biasa tak hanya anak-anak cacat, tetapi juga anak-anak jenius atau berpotensi akademik istimewa. Karena itu, perlu perhatian ekstra untuk menanganinya.
Ia menegaskan, langkah awal strategis adalah mengembangkan paradigma baru sesuai UU Sistem Pendidikan Nasional. Terminologi pendidikan luar biasa harus diganti jadi pendidikan khusus. Standar isi, standar kompetensi, dan standar-standar pendukung lainnya pun perlu disesuaikan dengan kondisi peserta didik.
Ia mencontohkan, terhadap anak yang memiliki keterbatasan fisik—seperti kelemahan indera pendengaran, penglihatan, dan kekurangan anggota tubuh— tetap perlu diberi muatan akademis yang memungkinkan mereka berinklusi dengan peserta didik yang normal.
Secara umum, bekal kompetensi anak-anak berkebutuhan khusus perlu diberi muatan kejuruan, agar kelak bisa memiliki kecakapan hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain.
Direktur Pendidikan Luar Biasa Depdiknas Ekodjatmiko Sukarso berkomentar, untuk menuju paradigma baru, implikasi kurikulum di pendidikan khusus tak hanya cukup tertuang dalam standar-standar rumusan BSNP.
Itu semua harus dikuatkan pada rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional dalam konteks pemerataan akses-mutu pendidikan serta kemandirian lulusan, ujarnya.



5. Ribuan Siswa Berkebutuhan Khusus Belum Terlayani

BANDUNG, KAMIS — Lebih dari 36.000 siswa berkebutuhan khusus di Jawa Barat belum mendapat pelayanan pendidikan. Terbatasnya sekolah luar biasa di daerah menjadi salah satu kendala utama. Setidaknya ada 7 kabupaten/kota di Jabar yang hingga saat ini belum memiliki SLB.
Gubenur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkan hal itu di sela-sela acara peresmian SLB Negeri B Cicendo Kota Bandung, . SLB saat ini rata-rata baru satu buah di kabupaten/kota. Akibatnya, banyak yang belum terlayani, bahkan jauh dari perhatian. "Padahal, mereka sama-sama anak bangsa dan jadi bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan," ucapnya.
Untuk itu ia berharap, setidaknya pada 2010 mendatang, seluruh kabupaten/kota di Jabar sudah memiliki SLB. Menurutnya, saat ini setidaknya ada tujuh kabupaten/kota di Jabar yang belum mempunyai SLB. Di dalam sambutannya, ia menegaskan, Pemprov Jabar akan mendukung sepenuhnya pengadaan sekolah-sekolah luar biasa di daerah yang belum terjangkau SLB.
Dukungan ini mencakup pembebasan lahan tanah, anggaran dana operasional, hingga tenaga pengajar. "Jika perlu dialih kelola seperti ini (SLBN B Cicendo) ya jangan ragu dilakukan," ucapnya. SLBN B Cicendo adalah SLB khusus tunarungu yang saat ini telah dialih kelola oleh Pemprov Jabar. Dahulu, sekolah ini dikelola oleh swasta dengan nama SLB B Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran Anak Tunarungu (P3ATR) Cicendo.
Dengan alih kelola ini, diharapkan SLB dapat lebih maksimal melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Sebab, manajemen dan anggarannya itu dilakukan langsung oleh pemerintah. "Di sini, sekolah bukan sekadar mendapat dana BOS, tetapi juga bagaimana agar guru-guru lebih profesional dan sarananya lebih bisa ditingkatkan," ucapnya. Total SLB di Jabar saat ini berjumlah 286, di mana 26 di antaranya (10 persen) adalah berstatus negeri.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wachyudin Zarkasyi optimistis, pada 2010 mendatang, setidaknya setiap kabupaten/kota sudah memiliki SLB. Apalagi, mengingat pengelolaan pendidikan luar biasa saat ini berada dalam tanggung jawab pemerintah provinsi. Saat ini, Disdik Jabar setidaknya tengah membangun tiga unit SLB baru di tiga daerah yang belum memiliki SLB yaitu Kota Cimahi, Kota Banjar, dan Kabupaten Cianjur.
Guru terbatas
Ia mengatakan, dari 48.612 penyandang cacat usia sekolah yang ada di Jabar saat ini, baru 12.423 (25,5 persen) di antaranya yang terlayani pendidikan. Selain sarana dan prasarana, terbatasnya guru yang profesional menjadi kendala pelayanan pendidikan luar biasa. Dari 2.678 guru PLB, baru 889 di antaranya yang berkualifikasi sarjana. Sisanya itu adalah bergelar diploma dan SMA sederajat.
Padahal, seperti yang diungkapkan Pejabat Sementara SLBN B Cicendo Priyono, pada prinsipnya, pelayanan di SLB dengan sekolah umum sangat berbeda. Rasio pengajar dan siswa di SLB umumnya lebih kecil daripada sekolah umum. Jadi, kalau di sekolah umum satu kelas bisa 30-40 orang, di SLB itu hanya 5 orang, ucapnya. Konsekuensinya, ini membutuhkan lebih banyak guru.

pendidikan formal

PENDIDIKAN INFORMAL

1. Homeschooling, haruskah eksklusif?

Sejak subsidi pendidikan nyaris ditiadakan, efek yang langsung terasa oleh masyarakat, adalah mahalnya biaya sekolah. Terbukanya peluang untuk tumbuhnya pendidikan alternatif seperti homeschooling (HS) adalah kabar baik.

Dengan pertimbangan finansial, HS diharapkan bisa mengabaikan unsur-unsur tertentu yang membuat biaya pendidikan menjadi mahal. Biaya gedung, seragam, atau atribut-atribut fisik lainnya dapat ditiadakan. Pemerataan pendidikan pun diharapkan akan berjalan lebih baik.

Sayanganya kini model pendidikan alternatif ini juga mengalami distorsi substansi. Munculnya lembaga-lembaga non sekolah yang membuka layanan belajar berbasis HS dengan biaya yang sangat-sangat mahal membuat HS terkesan ekslusif dan tak mungkin dilakukan oleh mereka yang ekonominya pas-pasan.

Tak Perlu Mahal
Perpindahan tempat belajar dan bervariasinya metode yang digunakan dalam bersekolah di rumah tidaklah berarti akan menambah biaya pendidikan jika seorang homeschooler bisa mengelola fasilitas yang ada di sekelilingnya dengan cermat.
Perpustakaan, museum, toku buku dan barang-barang bekas, perabotan rumah, sawah, kebun, tanaman di halaman, hewan peliharaan, dan lain sebagainya adalah contoh-contoh media belajar yang dapat dimanfaatkan tanpa harus merogoh uang terlalu besar.

Satu dari sekian prinsip yang diusung HS diantaranya adalah menghubungkan pengetahuan dengan dunia nyata, dan hal itu seringkali sangat murah. Anak-anak bisa belajar matematika saat mengeluarkan biscuit dari bungkusnya, bisa belajar bahasa inggris saat membaca petunjuk memasak mie instan, atau belajar biologi saat bermain di halaman; dengan mengamati serangga dan tumbuhan yang hidup bebas.

Informasi yang memang dianggap masih kurang oleh para peminat HS adalah aspek-aspek praktis berupa gambaran kurikulum, selain juga cara mengurus legalitas, supaya anak-anak yang melakukan HS tetap bisa memperoleh ijazah resmi sesuai jenjang pendidikan yang ditempuhnya.

Namun demikian, kalau kita mau sedikit menjelajahi internet, semua informasi itu bisa diperoleh cuma-cuma. Mengakses www.puskur.net akan membantu kita untuk mengetahui standar kurikulum nasional, sehingga kita memiliki gambaran dalam merancang kurikulum bagi anak-anak.

Beberapa panduan belajar dan kurikulum pendukung lainnya juga sebenarnya bisa kita dapatkan murah dan bahkan gratis di internet. Dari sana kita bisa mengambil pengalaman para homeschooler yang sudah lebih dulu menerapkan HS, dan kita kombinasikan dengan sedikit sentuhan kreativitas keluarga masing-masing.
HS akan menjadi sangat mahal jika para homeschooler serba membeli segala perangkat belajar yang semestinya tidak perlu dibeli.

Hindari Dokotomi
Dikotomi yang tajam antara HS dan sekolah formal sangat tidak bermanfaat untuk dikembangkan. Melihat pendidikan dalam skala makro, HS pun bisa menjadi bumerang jika hanya didefinisikan sebagai bersekolah di rumah dan tidak pergi ke sekolah. Salah-salah memberikan penjelasan, apa yang diingat dari HS justru hanyalah “tidak pergi ke sekolah”, dan anak-anak malah tidak mau belajar sama sekali di manapun.

HS mungkin masih tampak asing dan eksklusif bagi mereka yang belum mengenalnya terlalu jauh. Padahal kalau kita mau membaca beragam referensi tentang HS, kita akan melihat bahwa sesungguhnya model ini sangat akrab dengan kehidupan kita dan bermanfaat bagi semua orang, termasuk bagi mereka yang akhirnya memilih sekolah formal.

Substansi HS adalah membuat belajar menjadi demikian menyenangkan, mandiri, dan sesuai minat. Tak peduli di mana pun tempatnya, baik di rumah, di pasar, di perpustakaan, ataupun di jalanan, anak-anak bisa belajar sesuatu tanpa harus dibatasi kisi-kisi materi yang mengikat.

Selain itu, prinsip dasar HS yang cukup penting adalah terlibatnya orang tua secara penuh dalam pendidikan anaknya. Sekalipun anak-anak akhirnya masuk sekolah formal, peran orang tua dalam mengelola pendidikan anaknya tidak boleh berhenti.

Meskipun HS murni (bersekolah di rumah) nampak ideal bagi sebagian orang, namun bagi orang tua lain, dengan latar belakang dan pekerjaan yang berbeda HS murni bisa jadi tidak memungkinkan. Pada kondisi inilah sekolah formal atau sekolah alternatif berupa kelas masih tetap dibutuhkan untuk mendidik anak-anak, setidaknya pada sisi koginitif. Sementara itu, menghidupkan etos belajar adalah pe er tersendiri bagi dunia sekolah.

Referensi
Beberapa buku yang membahas tema-tema seputar HS, pembelajaran mandiri, dan sekolah kreatif sudah terbit dalam bahasa Indonesia, seperti Tamasya Belajar (MLC:2005), Revolusi Belajar untuk Anak (Kaifa:2002), Sekolah Para Juara (Kaifa:2004), Belajar Tanpa Sekolah (Nuansa:2006), Totto-Chan (Gramedia:2006), Revolusi Cara Belajar (Kaifa:2001), Homeschooling Keluarga Kak Seto (Kaifa:2007), Ibuku Guruku: Belajar di Rumah dalam Balutan Kearifan dan Kehangatan (MLC:2005), Montessori untuk Sekolah Dasar (Pustaka Delapratasa:2002), Accelerated Learning (Nuansa:2002), dan lain-lain.

Membaca buku-buku tersebut, setidaknya akan membantu setiap orang untuk mengenal temuan-temuan terbaru tentang pembelajaran dan mampu melihat HS tak hanya sekedar bersekolah di rumah.
Lebih jauh menelaah HS, akan membuat kita memahami bahwa HS adalah bagian dari tanggung jawab pendidikan yang diemban orang tua. Sekalipun anak-anak kita bersekolah di sekolah formal, tidaklah hilang tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anak, sehingga mereka menyukai belajar dan menjadi tumbuh positif dengan belajar.


2. Pendidikan Informal:Berantas Buta Huruf,Intensifkan Kerja Sama Dinas

BANDARLAMPUNG (Lampost): Untuk mengentaskan penyandang buta aksara perlu kerja sama yang intensif antara pemerintah daerah (pemda), Dinas Pendidikan, dan beragam lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi atau universitas.
Demikian dikatakan Ketua Pimpiman Wilayah (PW) Muslimat NU Provinsi Lampung Hj. Hariyanti Syafrin saat pelatihan keaksaraan fungsional (KF) yang digelar PW Muslimat NU Lampung di Wisma Bandar Lampung, Jumat (8-6). Pelatihan yang berlangsung tiga hari (7--9) itu diikuti 30 peserta baik tutor, penyelengara KF, dan sebagainya.
Misal saja, lanjut Hariyanti, Dinas Pendidikan dan Pemda Lampung dan Kota Bandar Lampung bisa meningkatkan kerja samanya dengan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan Universitas Lampung (Unila) yang memiliki jurusan pendidikan luar sekolah. Yakni dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan, antara lain dengan mendirikan sejumlah kelas malam untuk orang dewasa. Karena, orang yang buta aksara biasanya adalah warga miskin yang pada siang hari disibukkan dengan mencari nafkah untuk penghidupannya.
Sedangkan untuk anak-anak buta aksara yang tidak mendapat kesempatan mengenyam bangku sekolah maka pemerintah dengan institusi pendidikan bisa membuat semacam rumah singgah yang di dalamnya terdapat beragam bacaan yang menarik anak-anak untuk belajar membaca.
Selain itu, ia juga meminta Dinas Pendidikan membuat program lanjutan sekaligus mengedrop bahan bacaan ke daerah-daerah kantung rawan buta huruf sehingga dapat meningkatkan minat baca penduduk.
Sementara Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Ace Suryadi baru-baru ini mengemukakan tahun ini, pemerintah menyiapkan anggaran Rp1,25 triliun untuk mengurangi angka buta aksara yang mencapai 2,2 juta orang di seluruh Tanah Air. Sebanyak 81 persen lebih penduduk buta aksara terkonsentrasi di di sembilan provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Sedangkan sisanya dibagi rata di 22 provinsi lain.
Sedang di Provinsi Lampung terdapat 393.952 jiwa penyandang buta huruf, usianya si atas 15 tahun. Data Dinas Pendidikan Provinsi Lampung menyebutkan jumlah tertinggi penduduk yang buta huruf berada di Kabupaten Lampung Timur 79.633 jiwa dan terendah di Kota Metro 6.725 jiwa. Sementara lima kabupaten yang menjadi kantung rawan buta aksara adalah Lampung Timur, Lampung Selatan (77.482), Lampung Tengah (62.045), Tulangbawang (53.504), dan Tanggamus (46.566).


3. Homeschooling dan Kesiapan Orang Tua

Homeschooling kini bukan lagi sebuah wacana. Sudah banyak orang yang mencobanya. Namun sejauh ini, persoalan tentang legalitas masih saja menjadi bahan pembicaraan dan bahkan polemik.

Pemerintah sendiri nampaknya memiliki paradigma sendiri tentang kehadiran homeschooling. Memperkaya model pendidikan, tentu iya, namun di sisi lain, ketika homeschooling sudah tersosialisasikan wacananya kepada masyarakat, tata kelengkapan teknisnya juga perlu disiapkan. Satu hal yang sangat penting untuk ditindaklanjuti, adalah kesiapan orang tua.

Homeschooling dalam persepsi saya, bukanlah perkara yang mudah. Kendati dalam gambaran kasar sepertinya begitu menyenangkan dan fleksibel, tapi karena kefleksibelan itu pula orang tua harus memiliki wawasan yang kaya dalam melayani kebutuhan belajar anak-anak. Orang tua membutuhkan panduan untuk membimbing anak-anak, meski tidak selalu harus menjadi guru dalam pengertian guru yang berdiri di depan kelas. Tidak semua orang tua siap dengan kondisi fleksibel dan serba harus menyiapkannya sendiri. Hal itu pula nampaknya yang memicu munculnya “sekolah-sekolah” homeschooling. Dengan menyadari bahwa tidak semua peminat homeschooling adalah orang-orang yang siap dari sisi mental dan juga skill, banyak lembaga-lembaga berlabelkan homeschooling berdiri di tengah-tengah kita.

Homeschooling bagi saya adalah pendidikan alternatif yang berbasis rumah. Namun faktanya, makna homeschooling kini menjadi bias. Menjamurnya “sekolah” berlabel homeschooling di beberapa tempat, khususnya Jakarta dan Bandung, membuat homeschooling memang hanya sebuah istilah yang tak bisa dicerna dari akar kata. Sama halnya ketika kita menamai sebuah tempat dengan sebutan cipanas tapi udara dan air di tempat itu ternyata dingin.

Setelah melewati berbagai pengkajian pribadi, saya bisa katakan bahwa homeschooling membutuhkan pertanggungjawaban. Jangan sampai wacana homeschooling hanya menjadi pemicu untuk merebaknya gerakan anti sekolah yang didasari oleh kemalasan. Karena bukan tidak mungkin, peminat homeschooling yang tidak siap secara mental dan skill, mereka tak hanya meninggalkan sekolah tapi juga meninggalkan belajar.

Homeschooling itu memang asyik, tapi tetap ada resikonya. Perhitungkan dengan matang untuk memilih homeschooling, sampai kita yakin betul bahwa pilihan itu memang paling tepat dan sesuai dengan kondisi dan kesiapan kita serta anak-anak.

Seorang peminat homeschooling yang benar-benar serius, menurut saya bahkan harus memperhitungkan untuk siap dengan kondisi paling buruk, misalnya tanpa ijazah. Itu memang pilihan radikal, tapi ketika tujuan pendidikan pribadi sudah ditetapkan, hal itu bukanlah persoalan besar.

Keberadaan ijazah pada mulanya, bisa jadi memiliki tujuan filosofis yang lebih tinggi dari sekedar tanda lulus. Ijazah adalah simbol dari keseriusan belajar anak sekolah dalam masa pendidikannya. Kalau kemudian terjadi degradasi nilai pada ijazah, itulah anomali dari sebuah konsep. Kita pun akan menemukan hal itu di bidang apapun di luar bidang pendidikan.

Meskipun banyak persoalan terjadi di dunia pendidikan, untuk menyelesaikannya tidaklah bisa dengan cara-cara impulsif, saling curiga, dan menghakimi. Kalau homeschooling itu bisa menjadi salah satu pilihan di antara banyak pilihan yang ada, cari tahu dan pahami lebih dulu dengan sedalam-dalamnya. Mengalirlah seperti air, temukan hal-hal baru, dan teruslah belajar. Karena hanya dengan belajar kita bisa menemukan kearifan dari setiap pengetahuan dan pendapat yang hidup di sekeliling kita.



4. Sekolah Informal Memanusiakan “Orang Asing Liar”

Cukup berat. Itu faktanya kalau bekerja sebagai buruh di kapal nelayan Thailand. Saw tahu itu namun harus menjalaninya. Dia bekerja sebagaimana umumnya terjadi yaitu menjadi orang asing tanpa dokumen resmi. Pria berusia 15 tahun itu berasal dari Myanmar.
Anak muda yang tidak suka memberikan nama lengkapnya itu punya satu hal yang selalu dinantikan: Dia menanti suasana Sabtu sore di gedung olahraga Gereja St. Anna. Di kota pelabuhan Samut Sakhon yang berjarak 40 kilometer barat daya Bangkok itu, gedung itu merupakan tempat nongkrong setelah berhari-hari bekerja. Setiap Sabtu itu, ketika tidak berada di kapal di Teluk Thailand, Saw menikmati sauasana di sana bersama teman-teman, sambil belajar baca-tulis dan bermain sepak bola.
“Sekolah” informal di gedung olahraga gereja itu dipakai oleh sekitar 20 anak usia 2 hingga 15 tahun. Mereka adalah anak-anak dari orang-orang asing liar asal Myanmar. Seorang frater, pastor setempat, dan dua guru agama Buddha mengelola sekolah itu dengan dana dari paroki itu telah setahun menyempatkan setiap hari Sabtu untuk berkarya bersama anak-anak muda sebagai bagian dari karya pastoralnya.
Frater tahun ke tiga itu mengajar mereka berhitung dan Bahasa Thailand, serta memberikan pendidikan etika dan pengetahuan umum. Ia juga bermain sepak bola, voli dan bulu tangkis dengan mereka, serta melakukan kegiatankegiatan ke luar seperti piknik.
Pastor Peter Theeraphol Kobvithayakul, kepala Paroki St. Anna, mengatakan kepada UCA News, dulu dia berkarya bersama para migran muda asal Myanmar. Mereka kerap tidak punya waktu untuk kegiatan bersama karena mereka harus bekerja. “Itulah sebabnya, kata Peter, “kami beralih menangani anak-anak seperti Saw.
Saw dan keluarganya tinggal di sebuah ruangan kosong. Pemerintah tahu bahwa mereka ada, namun secara teknis mereka tidak keluar. Mereka digolongkan sebagai orang asing liar, tidak punya hak atau dokumen-dokumen kerja resmi. Saw dan imigran asal Myanmar lain hanya diberikan toleransi kalau perusahaan dan majikan butuh buruh yang murah.
Menteri tenaga kerja memperkirakan bahwa Thailand memiliki 2 juta imigran liar dari Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Di Thailand, seperti tempat manapun, pekerja asing liar menjadi pekerja kasar. Industri perikanan, khususnya, sangat terkenal dengan kondisi penuh bahaya dan perlakuan buruk terhadap para pekerja Myanmar.
Orang asing liar ini mengerjakan hal-hal yang tidak mau atau tidak akan dikerjakan oleh orang-orang Thailand. Menurut Kementerian Tenaga Kerja Thailand, di Provinsi Samut Sakhon saja ada 300.000-400.000 orang asing liar ini. Sebagian besar dari mereka itu bekerja sebagai buruh di kapal nelayan atau penyeleksi udang.
Menghadapi hidup keras dan diskriminasi, banyak yang jatuh ke dalam kebiasaan buruk. Begitu kata dua guru sekolah informal itu. Para guru itu berusaha melawan berbagai kebiasaan negatif orang-orang ini yaitu menggunakan obat-obat terlarang atau minum-minuman keras.
Dari awal, kata para guru setempat, mereka membantu para imigran untuk belajar bersikap etis. “Kami mengajar mereka tentang disiplin diri”, kata guru Thitimaphorn Chaisamut.
Ia dan koleganya Munthanee Serthong, keduanya beragama Buddha, bekerja dengan orang muda ini selama tiga tahun. Banyak dari mereka berbicara hanya bahasa Myanmar, katanya, tapi sekarang mereka belajar bahasa Thai. “Saw adalah seorang anak laki-laki yang baik,” kata Thitimaphorn. Dia tidak minum maupun merokok.
Ketika sedang duduk dan menulis karakter bahasa Thai, dia mengatakan kepada UCA News, “ Saya memberikan semua pendapatanku kepada ibuku.”
Orangtua Saw datang ke Thailand beberapa tahun lalu untuk mencari pekerjaan. Bapaknya bekerja di sebuah kapal dan ibunya bekerja di pabrik. Saw mengatakan ia bekerja berjam-jam menangkap ikan hanya agar bisa memperoleh 4.700 baht (US$130) setiap bulan. Upah minimum per hari yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja Bangkok dan Samut Sakhon adalah 191 baht. Saw dan orangtuanya tinggal di ruangan kecil di sebuah blok apartmen yang menampung puluhan migran Myanmar.
Pastor Theeraphol mengakui sejumlah orang di parokinya tidak senang dengan pelayanan yang ia lakukan. Katanya, “tidak ingin kami membangunkan anak-anak macan.”
Rupanya masyarakat lokal takut bahwa para imigran yang terdidik akan menuntut banyak uang dan memperoleh upah di atas para pekerja asal Thailand sendiri.Imam itu menjawab, dirinya hanya ingin anak-anak itu bertumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab. Mereka harus tumbuh menjadi anggota masyarakat yang baik.. “Kami berusaha melakukan apa yang bisa kami lakukan,” ujar Theeraphol. dan Keuskupan Agung Bangkok. Frater Wattana Sornnuchart, 27, mahasiswa di Seminari Tinggi Sam Phran, 30 kilometer barat Bangkok,




5. Perbanyak Sekolah Informal

Kebijakan tentang ditambahnya peluang pendidikan informal memang tengah gencar-gencarnya disosialisasikan oleh pemerintah. Jika saja kita mampu mengapresiasi kebijakan itu secara positif, maka tak harus ada lagi istilah putus sekolah karena kekurangan biaya, tak punya baju seragam, gedung sekolahnya jauh di gunung atau mungkin nyaris roboh. Sekolah informal bisa dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja yang memiliki pengetahuan.Pendidikan bukanlah monopoli sekolah formal. Terlebih jika terkait dengan “masa depan” finansial, hubungan antara pendidikan formal dan pekerjaan seringkali tak beriringan. Semuanya sangat tergantung pada kemauan belajar, kerja keras, dan adaptasi anak-anak terhadap perkembangan zaman.
Seorang petani lulusan sekolah dasar, karena kegigihannya bisa hidup berkecukupan hanya dengan menanam sayuran, TAPI sarjana yang sudah dua tahun lebih lulus dari perguruan tinggi, karena tak punya skill yang memadai untuk memasuki pasar kerja atau mungkin terlalu pilih-pilih pekerjaan, bisa jadi masih saja jadi pengangguran. Semua sangat relatif jika ukurannya adalah kesuksesan masa depan finansial.
Sayangnya, sekolah informal selama ini sering dianggap sebagai sekolah kelas 3 setelah pendidikan formal dan non formal. Sekolah informal lebih berkesan sebagai pilihan paling akhir dari model pendidikan yang ada, yaitu hanya ditujukan bagi mereka yang putus sekolah, ekonomi lemah, kecerdasan rendah, berkebutuhan khusus, dan hal-hal yang marginal lainnya.
Sesungguhnya, sekolah informal bisa berperan lebih dari sekedar alternatif dari pendidikan formal. Namun patut diakui, hal itu akan sangat dipengaruhi oleh kualitas para penyelenggaranya. Sekolah informal bisa menjadi wahana baru bagi tumbuhnya kreativitas pendidikan yang selama ini terlalu dikerangkeng oleh aturan-aturan yang kaku. Sekolah informal bisa menjadi wadah untuk melihat pelajaran dari sudut pandang yang berbeda, yang lebih heterogen, dan juga adaptif terhadap perkembangan yang ada.
Kalau di sekolah formal tumbuhan hanya dipandang sebatas makhluk hidup yang tidak bergerak, memiliki daun, batang, dan akar, maka di sekolah informal seorang pendidik bisa membawa anak-anak pada realitas tumbuhan yang sebenarnya, yang fungsinya bagi kehidupan begitu substansial, sehingga memelihara dan membudidayakannya menjadi sebuah kebutuhan bersama, sehingga menyemai biji dan kemudian menanamnya menjadi pekerjaan lanjutan yang mengasyikkan dan bahkan bisa menghasilkan sesuatu.Sekolah informal. Semoga siapapun yang peduli, tertarik, dan merasa memiliki kemampuan akan tetap bersemangat untuk menumbuhkannya di wilayah-wilayah terdekat. Hal itu insya Allah akan menjadi amal sholeh tiada terputus yang bisa kita berikan dalam kehidupan ini.

pendidikan non formal

PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Pendidikan Nonformal Gratis untuk Anak Putus Sekolah

JAKARTA, SENIN - Tingginya angka putus sekolah, banyaknya anak jalanan dan anak terlantar di Indonesia membuat banyak pihak prihatin, tak terkecuali Yayasan Pendidikan Indonesia-Amerika (Indonesian-American Education Foundation) di Jakarta atau di singkat Jakarta IAEF. Jakarta IAEF akan membangun gedung dan memberikan pendidikan nonformal gratis buat anak-anak tersebut.

Demikian diungkapkan Ketua Jakarta IAEF Daniel Dhakidae, Ketua Pembina Jakarta IAEF Azyumardi Azra, anggota Pembina IAEF Jakarta Aristides Katoppo, dan President Dallas IAEF Henny Hughes, kepada pers Senin (27/10) di Jakarta. "Idenya membangun suatu yayasan untuk kepentingan pendidikan, terutama untuk anak-anak putus sekolah, anak jalanan dan anak terlantar. Mereka akan ditampung, dididik dan dilatih hingga mampu berdiri sendiri menopang kehidupannya, tanpa mengeluarkan biaya," kata Daniel Dhakidae.

Bagi mereka sudah lulus dan menguasai keterampilan sesuai bidang yang diminatinya, maka mereka akan disalurkan bekerja di luar negeri dengan jejaring yang dibangun, misalnya di Timur Tengah, Malaysia, termasuk Amerika sendiri. Sejumlah duta besar sudah dikontak dan mendukung program ini. Namun, Jakarta IAEF bukanlah lembaga pengerah jasa tenaga kerja yang mendapatkan fee.

Azyumardi Azra mengatakan, yayasan pendidikan ini dibuat sebagai jembatan budaya kedua negara, Indonesia-Amerika. "Yayasan Pendidikan Indonesia Amerika ini lebih dari soal pendidikan, tapi juga pertukaran budaya, sehingga dengan ini mereka bisa mengetahui dan menghayati, dan saling menghargai kebudayaan masing-masing," katanya.

Karena itu, untuk mendukung ini, Aristides Katoppo berharap banyak pihak, apakah pribadi atau perusahaan yang peduli pendidikan anak-anak bangsa yang terlupakan ini, untuk membantu mewujudkan pembangunan gedung Learning Center, tempat mereka membekali diri dengan berbagai keterampilan untuk berkarya.

"Tanggal 11 Desember 2008, akan digelar malam dana bertajuk We are the Forgotten Children of Indonesia di Balai Sarbini. Diharapkan masyarakat mau menyumbang, bersimpati, dan memberikan solidaritas dan kebersamaan," ujarnya.

Henny Hughes menambahkan, gagasan ini berdasarkan investigasi dua tahun lalu. Untuk membawa anak-anak itu kembali belajar, motivasinya harus dari diri mereka sendiri. Keinginan belajar dari mereka itu harus kuat.

Membawa mereka kembali belajar bukanlah hal yang mudah, akan tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil karena pengaruh kehidupan liar di luar rumah telah merubah pola pikir mereka. "Untuk itu dibutuhkan metode khusus, praktis dengan bahasa yang sederhana dan berbagai variasi sistem penyampaian, misalnya melibatkan audio-visual agar lebih mudah dipahami, sehingga membuat belajar sebagai bagian dari aktivitas yang menyenangkan dan menjadi suatu kebutuhan," jelasnya.

Menurut Henny, pendidikan nonformal di Learning Center bisa menampung 400 anak. Walaupun yang menjadi target sementara adalah mereka yang putus sekolah dan yang memasuki usia dewasa atau 17 tahun ke atas, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu maka Learning Center juga akan dapat menampung berbagai tingkatan, termasuk anak-anak setingkat SD hingga universitas. Bahkan, akan menjangkau setiap warga yang ingin meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya.

Learning Center yang didesain oleh Fakultas Teknik Jurusan Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti, untuk tahap awal selain memiliki fasilitas belajar-mengajar dan training juga memiliki sejumlah fasilitas olahraga. Bangunan tiga lantai seluas lebih kurang 2.000 meter persegi di atas tanah seluas 3.000 meter persegi itu, rencananya akan dilaksanakan pada awal tahun 2009 dan diharapkan akan dapat dioperasikan pada pertengahan tahun 2010.

NAL


2. Media Indonesia: Menjadi Profesional Lewat Pendidikan Non-Formal

March 30, 2009 by admin
Filed under Publicity

Kemampuan mereka di lapangan bahkan melebihi sarjana jebolan perguruan tinggi. Padahal mereka cuma mengikuti pendidikan nonformal, semacam workshop atau seminar-seminar. Masyarakat dunia, termasuk Indonesia, sekarang telah masuk ke era informasi. Era industri telah berlalu. Di era ini, menurut Robert T Kiyosaki, pendidikan formal memang penting, termasuk mendapat gelar. Namun di era reformasi, kata Robert dalam bukunya Rich Dad Poor Dad, pengetahuan yang diperoleh melalui seminar atau pendidikan nonformal jauh lebih berharga daripada pendidikan formal.

Lalu gelar tidak penting? Untuk mendaftar menjadi pegawai negeri dan pegawai swasta, kata Andrias Harefa, penulis puluhan buku best seller yang ‘gagal’ menjadi sarjana, jelas perlu. “Gelar tetap diperlukan untuk kerja kantoran,” katanya kepada Media Indonesia di Jakarta kemarin. Namun, kalau kerjanya seperti Bill Gates (pendiri Microsoft Corp), Michel Dell (pendiri Dell Inc), Sabeer Bhatia (pendiri Hotmail), Steve Jobs (pendiri Apple Inc), dan Mark Zuckerberg (penemu Facebook), menurut Andrias Harefa, gelar tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Harefa mengatakan, untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan sangatlah baik jika seseorang bisa belajar sampai ke perguruan tinggi. Namun, kalau tidak bisa sebaiknya tetap dan mesti berjuang untuk belajar. “Manfaatkan saja berbagai media komunikasi yang ada (baik cetak, maupun elektronik),” katanya.

Siap belajar
Menurut Harefa, tugas perguruan tinggi utamanya adalah melahirkan sarjana-sarjana yang siap belajar, bukan siap pakai. “Kalau mereka siap belajar, mereka dapat dengan cepat belajar untuk menjadi siap pakai atau siap kerja,” ujar Harefa. Harefa melihat belakangan ini ada kecenderungan bahwa gelar ‘bertarung’ dengan sertifikasi dan lisensi dalam bidang spesifik. Jika memang kenyataannya demikian, lanjutnya, nilai gelar akademisnya mengalami kemerosotan terus menerus dengan terbukanya informasi lewat teknologi yang makin ramah.

Guna memberikan ‘ilmu’ bagi mereka yang ingin menempuh pendidikan nonformal, Andrias Harefa membuka workshop penulisan. Visi-misinya adalah melahirkan apa yang disebutnya sebagai ‘guru-guru model baru’, yakni penulis yang produktif dan berkarakter. Ada tiga jenjang dalam workshop-nya, yaitu menulis artikel menarik; menulis buku best-seller; dan menulis buku best-seller dengan gaya pribadi. Setiap jenjang berlangsung dua hari.

Investasi atau biaya per workshop Rp. 2.950.000. Tanpa gelar—ia pernah kuliah di Universitas Gajah Mada—Andrias Harefa memulai karirnya sebagai writerpreneur (1988-1990). Lelaki keturunan Nias yang lahir di Curup Bengkulu ini kemudian menjadi professional trainer berlisensi Dale Carnegie Training (1990-1998). Selepas itu, ia mendedikasikan hidupnya untuk apa yang disebutnya sebagai Visi Indonesia 2045; Indonesia menjadi salah satu dari lima negara paling maju di dunia pada 2045.

Pendidikan Komunikasi
Sukses sebagai presenter, Charles Bonar Sirait bersama kawan-kawannya juga membuka pendidikan nonformal yang bergerak di bidang komunikasi, Publicom. Lewat lembaga itu, Charles memberikan pelatihan bagaimana menjadi pembaca acara (MC) dan pembicara publik yang professional.
Lama pendidikan bervariasi ada yang satu hingga tiga bulan. Dia membuka lembaga pendidikan ini, “Sebab, komunikasi sangat penting untuk menunjang karier seseorang, baik mereka yang berprofesi sebagai professional maupun marketer, “ ujarnya. Ke depan, Charles bahkan berniat membuka lembaga pendidikan nonformal di bidang yang tidak saja mengajari peserta didik untuk mengenal public speaking, tapi juga writing. Itu berarti ilmu komunikasi yang diajarkan di perguruan tinggi formal, juga diajarkan di lembaganya. Bedanya, lembaga pendidikan nonformal umumnya lebih banyak berpraktik daripada berteori. Dalam memberikan pendidikan dan pelatihan, menurut Charles, 80% praktik dan 20% teori. Bukankah di lapangan pasar lebih banyak menuntut seseorang menguasai praktek daripada teori?

Layaknya pendidikan formal, mutu pengajaran juga sangat ditekankan pada lembaga-lembaga pendidikan nonformal. Sebagian besar pengajar adalah para praktisi di bidangnya. Dalam soal itu, Harefa sudah punya modal. Dia telah menulis puluhan buku dan banyak diantaranya yang best seller. Peserta didik tentu akan mantap belajar di lembaganya jika Andrias mengajarkan bagaimana kiat menjadi penulis andal sehingga kelak kalau menulis buku bisa best seller. Begitu pula Charles dua buku sudah ditulisnya. Buku pertama berjudul The Power of Public Speaking, dan buku kedua Kiat Cerdas Berkampanye di Depan Publik. Dua-duanya diterbitkan Gramedia Pustaka. Nah, peluang untuk mencari ilmu dan ketrampilan terbentang luas, tidak hanya melalui pendidikan formal, tapi juga nonformal. Silakan pilih sesuai dengan minat. (Gty/S-3/Harian Media Indonesia, Sabtu 14 Maret 2009 Hal 19)


3. PERAN Strategis PENDIDIKAN NON FORMAL

S U W A N T O
Di samping mengembangkan pendidikan formal, Indonesia juga berkonsentrasi menata sektor non formalnya. Peluang ke arah situ terbuka lebar dikarenakan banyaknya peminat untuk bisa melanjutkan belajar dijenjang yang lebih tinggi yang beorientasi pada ketrampilan kerja.. Dilihat dari subtansinya, pendidikan nonformal di sini adalah sebuah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai atau setara dengan hasil program pendidikan formal, setelah proses penilaian atau penyetaraan oleh lembaga pendidikan yang ditunjuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standart nasional pendidikan. Dengan hal ini ijazah yang bisa dikeluarkan oleh lembaga pendidikan nonformal tidak meragukan bagi seorang pelajar atau mahasiswa yang menuntut ilmu di dalam pendidikan nonformal tersebut. Kini di berbagai daerah sangat banyak dengan adanya program pendidikan nonformal, baik itu jenis program apa yang diinginkan oleh semua pelajar dan mahasiswa sesuai dengan keahlianya masing-masing.
Pada umumnya dalam pendidikan nonformal, peminatnya berorientasi kepada pada studi yang singkat, dapat kerja setelah menyelesaikan studi, dan biayanya pun juga tidak terlalu mahal, sehingga tidak meresakan bagi seorang pelajar atau golongan ekonomi menengah. Kini pendidikan non formal dari tahun ke tahun mengalami kemajuan dan dapat meluluskan banyak mahasiswa yang berkualitas dan unggul dalam dunia pekerjaan. Dengan adanya program pendidikan bermodel demikian, angka pengangguran dan kemiskinan dapat ditekan dari tahun ke tahun
Pendidikan non formal pun berfungsi sebagai pengembangan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional. Contoh dari pendidikan noformal pendidikan seperti adalah ADTC dan Marcell Education Center (MEC) yang siap menyalurkan lulusan terbaiknya ke berbagai perusahaan rekanan. Ini merupakan tawaran yang patut di pertimbangkan di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan seperti sekarang ini. Antonius Sumamo selaku Branch Manager English Langguage Training International (ELTI) Yogyakarta, juga menuturkan bahwa kemunculan lembaga pendidikan nonformal seperti lembaga pelatihan bahasa misalnya, sebenarnya tidak hanya berfungsi untuk menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Setidaknya dengan penguasaan bahasa asing, individu akan dimudahkan dalam melakukan penyerapan berbagai ilmu pengetahuan yang saat ini hampir semua refrensi terbarunya hanya tersedia dalam bahasa asing. Selanjutnya keunggulan tersebut dapat dapat pula memperluas peluang individu dalam menangkap berbagai kesempatan. Ini merupakan bukti nyata upaya memperkuat struktur riil perekonomian masyarakat yang belakangan makin terpuruk. Disaat banyak orang kebingungan mencari pekerjaan, banyak lulusan lembaga pendidikan non formal yang menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun dibalik semua keunggulan dan variasi lembaga pendidikan non formal yang tersedia, kejelian masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan non formal sebagai wahana untuk mengasah ketrampilan dan menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan penting untuk dipertahankan. Indikator yang paling sederhana adalah seberapa besar kesesuaian bidang pelatihan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal dengan minat maupun bidang yang saat ini digeluti. Tujuanya, tentu tidak lain supaya keahlian yang didapatkan dari pelatihan lembaga pendidikan non formal dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi minat dan dunia yang digeluti, serta meningkatkan keunggulan kompetetif yang dimiliki. Lebih lanjut, kejelian dalam memilih juga berfungsi pula agar inventasi finansial yang telah ditanamkan tidak terbuang percuma karena program yang sedang dijalani.

Mahasiswa Jurusan Biologi, FKIP, UMM



4. Izin mendirikan Lembaga Pendidikan Non Formal
Submitted by support on Wed, 02/04/2009 - 09:02

esudah searching di rumah om Google, saya menemukan sebuah informasi yang cukup menarik untuk kalangan dunia usaha yaitu masalah perijinan. Walaupun tulisan ini saya dapat dari blog yohanpuri.blogspot.com. Tapi maksudnya agar para pembaca yang ingin menggunakan informasi ini sedikit banyaknya pasti memerlukannya.

Izin PNF (Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Non Formal)
Dasar Hukum : Kep. Mendiknas No. 261/U/1999 Kep. Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga No. 110/E/MS/1999

Syarat:Umum
1. Mengisi Formulir yang telah disediakan
2. Fotokopi Izin Gangguan (HO)
3. Fotokopi IMBB/Surat Tanah
4. Fotokopi KTP pemilik/penanggungjawab
5. Daftar sarana dan prasarana yang digunakan
6. Daftar Pengelola Lembaga
7. Program / Kurikulum / Silabus
8. Daftar Riwayat hidup direktur/penanggungjawab lembaga/pemilik
9. Surat pernyataan
10. Struktur program
11. Fotokopi ijazah pengajar
12. Cotoh Serifikat kelulusan yang dikeluarkan lembaga
13. Foto berwarna 4x6 3 lembar
14. Fotocopy surat pengesahan sebagai badan hukum atau KTP bagi pemohon perorangan.
15. Fotokopi Izin Gangguan (HO)
16. Daftar nama yang dilengkapi dengan riwayat hidup dari penanggungjawab LPK, penanggungjawab program dan tenaga kepelatihan.
17. Keterangan domisili dari Kepala Kelurahan setempat.
18. Fotocopy tanda bukti kepemilikan atau penguasaan sarana dan prasarana pelatihan kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sesuai dengan program pelatihan yang diselenggarakan,terhitung sejak permohonan izin diajukan.
19. Program pelatihan kerja yang antara lain meliputi kurikulum dan silabus.
20. Struktur organisasi, yang sekurang-kurangnya terdiri dari penanggungjawab lembaga, penanggungjawab program dan tenaga kepelatihan, yang disahkan oleh penanggungjawab LPK
21. Fotocopy deposito atas nama penanggungjawab LPK yang besarnya sesuai dengan biaya program pelatihan kerja yang diajukan.
22. Surat Pernyataan tidak memberikan gelar bagi lulusannnya
23. Surat Pernyataan tidak menjanjikan pekerjaan
24. Sanggup memasang papan nama dengan mencantumkan nomor izin dari Disnakertrans Kota Yogyakarta
25. Bagi LPK yang merupakan cabang dari lembaga pelatihan kerja induk, wajib melampirkan surat penunjukan sebagai cabang.
26. Memenuhi kriteria kinerja yang baik, penilaian dilakukan oleh tim penilai

Syarat:Badan Hukum
Syarat Umum + Syarat Badan Hukum
1. Fotokopi akte pendirian yang sudah disyahkan oleh Pengadilan Negeri setempat (untuk CV) atau Departemen Kehakiman Pusat (untuk PT)
2. Struktur organisasi yang berisi kedudukan pemilik, penanggungjawab lembaga, penanggungjawab program pelatihan/pengelola, tenaga kepelatihan/pendidik

Syarat:Perpanjangan
Syarat Umum + Syarat Perpanjangan
1. Fotokopi SK lama/Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian

Izin LPK (Izin Pendirian Lembaga Pelatihan Kerja)
Dasar Hukum :
• KEP.Men.Tenaga Kerja dan Transmigrasi N0. 229 / Men /2003
• Kep.Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
No. 113/DPPTKDN/X/2004

Syarat:Umum
1. Fotocopy surat pengesahan sebagai badan hukum atau KTP bagi pemohon perorangan.
2. Fotokopi Izin Gangguan (HO)
3. Daftar nama yang dilengkapi dengan riwayat hidup dari penanggungjawab LPK, penanggungjawab program dan tenaga kepelatihan.
4. Keterangan domisili dari Kepala Kelurahan setempat.
5. Fotocopy tanda bukti kepemilikan atau penguasaan sarana dan prasarana pelatihan kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sesuai dengan program pelatihan yang diselenggarakan,terhitung sejak permohonan izin diajukan.
6. Program pelatihan kerja yang antara lain meliputi kurikulum dan silabus.
7. Struktur organisasi, yang sekurang-kurangnya terdiri dari penanggungjawab lembaga, penanggungjawab program dan tenaga kepelatihan, yang disahkan oleh penanggungjawab LPK
8. Fotocopy deposito atas nama penanggungjawab LPK yang besarnya sesuai dengan biaya program pelatihan kerja yang diajukan.
9. Surat Pernyataan tidak memberikan gelar bagi lulusannnya
10. Surat Pernyataan tidak menjanjikan pekerjaan
11. Sanggup memasang papan nama dengan mencantumkan nomor izin dari Disnakertrans Kota Yogyakarta
12. Bagi LPK yang merupakan cabang dari lembaga pelatihan kerja induk, wajib melampirkan surat penunjukan sebagai cabang.
13. Memenuhi kriteria kinerja yang baik, penilaian dilakukan oleh tim penilai

IJIN PENYELENGARA/PENDIRIAN LPK SWASTA. dari pemda sleman, yogyakarta

LPK PERUSAHAAN

A. Nama Ijin
Ijin Penyelengara/Pendirian LPK Swasta, LPK Perusahaan

B. Dasar Hukum
- Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja
– PP No. 71 tahun 1991 tetang Latihan Kerja.
– Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. 1331/Men/1987 tentang Pola Umum
Pembinaan Sistem Latihan Kerja Nasional.
– Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. 149/Men//200 tentang Tata Cara Mendirikan
Lembaga Latihan Kerja.
– Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas Tenaga Kerja
No. 76/BL/2000 tentang Petunjuk teknis Perijinan dan dan Pendaftaran
Lembaga Pelatihan Kerja.
– Perda No. 12 Tahun 2000 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah
Kabupaten Sleman.


C. Unit Kerja yang Memproses
a. SubDin Tenaga Kerja pada Dinas Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten
Sleman Jl. dr. Rajimin, Beran, Tridadi Sleman. Telepon 868803.
b. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DIY Jl. Ring Road Utara,
Maguwoharjo, Depok, Sleman Telp. 514047 Yogyakarta (Untuk Lembaga Lintas
Kabupaten Sleman) Kota atau Lembaga yang punya cabang di beberapa
Kabupaten Sleman.

D. Prosedur Pengurusan Ijin
1. Lembaga Pelatihan Kerja Swasta dan Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan yang
melatih masyarakat umum (pemohon) mengajukan surat permohonan kepada
Sub DinasTenaga Kerja Kabupaten Sleman dengan melampirkan persyaratan.
2. Penelitian berkas permohonan oleh Kantor Sub Din Tenaga Kerja sleman.
3. Jika persyaratan permohonan tidak lengkap maka Kantor Sub Dinas Tenaga
Kerja memberitahukan kepada pemohon paling lama 12 hari kerja terhitung mulai
tanggal penerimaan permohonan untuk dilengkapi.
4. Jika persyaratan administrasi si pemohon ijin lengkap dan memenuhi
persyaratan,kemudian dilanjutkan peninjauan ke lapangan/lokasi lembaga
pemohon, paling lama 24 hari kerja terhitung mulai tanggal penerimaan
permohonan.
5. Jika hasil peninjauan di lapangan tidak sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan, maka permohonan ditolak.
6. Jika hasil peninjauan di lapangan sesuai dengan persyaratan, maka Kantor Sub
Dinas Tenaga Kerja menerbitkan Surat Keputusan Ijin Penyelenggaraan
Pelatihan Kerja paling lama 6 hari setelah terhitung mulai tanggal selesainya
peninjauan di lokasi.
7. Lembaga Pelatihan Kerja Swasta yang mempunyai cabang di beberapa
kabupaten/kota Ijin Pendirian dan Penyelenggaraannya diterbitkan oleh Kantor
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DIY.

E. Persyaratan untuk mendapatkan ijin
1. Lembaga Pelatihan Kerja Swasta:
a. Foto copy/salinan Akte Notaris Pendirian Lembaga yang disyahkan dan
didaftarkan oleh Pengadilan Negeri Sleman yang berupa Akte, Pendidikan
Yayasan, Koperasi dan bentuk usaha lain.
b. Foto copy/Salinan Ijin Undang-Undang Gangguan berupa pemilikan Surat Ijin
Tempat Usaha (STTU) yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Kabupaten
Sleman.
c. Nama dan Riwayat Hidup Penanggung Jawab Lembaga Pelatihan Kerja.
d. Keterangan domisili dari kelurahan atau desa setempat.
e. Tanda bukti kepemilikan prasarana berupa kepermilikan tanah dan gedung
pelatihan kerja atau tanda bukti penguasaan berupa sewa atau kontrak atau ijin
areal air, udara, tanah dan gedung sekurang-kurangnya 1 tahun.
f. Tanda bukti memiliki sarana pelatihan sesuai program pelatihan yang akan
diselenggarakan, berupa daftar inventaris kelengkapan kantor dan
peralatan/mesin untuk masing-masing bidang kejuruan pelatihan.
g. Program pelatihan yang mengacu kepada ketrampilan dan atau keahlian dan
atau kompetensi kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, atau berupa
kurikulum, silabus untuk masing-masing bidang kejuruan pelatihan.
h. Foto copy Struktur organisasi dan tata kerja yang jelas, yang menggambarkan
mekanisme kerja antar bagian bagian yang terkait satu sama lain,
dalam organisasi Lembaga Pelatihan Kerja yang bersangkutan.
i. Foto copy daftar nama dan Riwayat Hidup Instruktur Pelatihan kerja yaitu
tenaga pelatih/pengajar serta daftar nama tenaga kepelatihan lainnya yaitu
tenaga ketata usahaan, tenaga pelaksana pelatihan dan tenga penyusun
program/pemasaran/ pelaporan pelatihan yang dilengkapi dengan Surat
Keputusan Pengangkatan dari pimpinan lembaga pelatihan kerja.
j. Surat Pernyataan tersedianya dana bagi kelangsungan penyelenggaraan
pelatihan kerja yang disertai bukti rekening di bank atau lembaga keuangan lain
yang disyahkan pemerintah.
2. Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan.
a. Persyaratan a s/d j sebagaimana yang dimaksud pada Bab II No 1.
b. Foto copy/salina akte notaris pendirian perusahaan yang bersangkutan.
3. Lembaga Pelatihan kerja Asing atau Kantor Perwakilan Lembaga Pelatihan Asing.
a. Persyaratan a s/d j sebagaimana yang dimaksud pada Bab II No 1.
b. Bagi Lembaga Pelatihan Kerja Asing/Lembaga Pelatihan Kerja Swasta yang
pendiriannya memanfaatkan fasilitas penanaman modal asing, harus
melampirkan surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
atau Instansi yang
bertugas mengurusi.
c. Bagi Kantor Perwakilan Lembaga Pelatihan Kerja Asing yang
menyelenggarakan pelatihan kerja, harus melampirkan surat rekomendasi
dari pemerintah negara asal atau dari kedutaan negara yang bersangkutan
yang berada di Indonesia.

F. Syarat Ijin Penambahan Program Pelatihan Kerja.
1. Kurikulum perijinan dan sekaligus program pelatihan yang diajukan
2. Foto copy daftar nama dan Riwayat Hidup instruktur pelatihan kerja dilengkapi
surat pengangkatan dari pimpinan Lembaga Pelatihan Kerja untuk program
baru.
3. Tanda bukti pemilikan atau penguasaan prasarana dan sarana pelatihan kerja
yang baru, dapat berupa tanda bukti kepemilikan tanah, gedung,
peralatan/mesin atau tanda bukti sewa/kontrak ijin areal, udara, tanah, dan
gedung Lembaga Pelatihan Kerja.
4. Surat Pernyataan tersedianya dana bagi kelansungan penyelenggaraan
pelatihan kerja disertai bukti rekening di bank atau lembaga keuangan lain
yang disyahkan pemerintah untuk program baru.
F. Waktu Pemrosesan
1 (Satu) Minggu sampai dengan 2 (Dua) bulan terhitung mulai tanggal pengecekan
lapangan.

G. Biaya perijinan
– Ijin Pendirian dan Penyelenggaraan : Rp. 25.000,00
– Ijin Penambahan Program : Rp.
25.000,00

H. Jangka Waktu Berlakunya Ijin
Ijin berlaku selama 5 (Lima) tahun dan dapa diperpanjang sesuai kebutuhan
lembaga/masyarakat.

I. Kewajiban Pemegang Ijin
Lembaga Pelatihan Kerja yang bersangkutan diwajibkan menyampaikan laporan
bulanan tentang kegiatan latihan secara periodik (Triwulan) kepada kantor pemberi
ijin dengan tembusan instansi terkait.

J. Sanksi/denda atas Pelangaran Ketentuan Ijin
1. Pemberian ijin penyelengaraan pelatihan kerja ini dapat dicabut bila selama 1
(Satu) tahun tidak melakukan kegiatan pelatihan dan menyalahgunakan ijin yang
dimiliki atau atas permohonan sendiri.
2. Ancaman pidana kurungan selama-lamanya 3 (Tiga) bulan atau denda setinggitingginyan
Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
16. Izin PNF (Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Non Formal)
Dasar Hukum : Kep. Mendiknas No. 261/U/1999 Kep. Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga No. 110/E/MS/1999


5. Akreditasi Pendidikan Nonformal Tidak untuk Mematikan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan nonformal mulai diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal. Namun, akreditasi itu dibuat sesuai dengan kondisi dan tidak akan mematikan pertumbuhan pendidikan nonformal.

"Kami tidak ingin parameter yang terlalu mengekang tetapi tetap berkualitas. Memang agak menyimpang dari model akreditasi di pendidikan formal itu karena tidak ingin mematikan kegiatan pendidikan nonformal," ujar Sekretaris Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN PNF), Yessi Gusman, Selasa (31/3).

Telah ada instrumen akreditasi untuk 12 jenis program dan akan ditambahkan dua jenis program lagi tahun 2009. Satu lembaga nonformal dapat mempunyai lebih dari satu program. Sampai dengan tahun 2008 ada total 491 program dari sejumlah satuan pendidikan nonformal yang diakreditasi. Tahun 2009, direncanakan total 1.850 lembaga dan program akan diakreditasi.

Masyarakat dapat terbantu dengan adanya akreditasi tersebut dalam menentukan lembaga pendidikan nonformal yang ingin dimasuki. "Dengan akreditasi tersebut, lembaga telah memenuhi standar berdasarkan instrumen yang nanti ditetapkan," ujarnya.

Yessi dan 12 orang anggota BAN PNF diangkat pada Oktober 200 dan bertugas untuk membantu pendidikan nonformal yang cakupannya antara lain l embaga profesional, kursus, serta lembaga nonprofit seperti majlis taklim, taman bacaan masyarakat dan pusat kegiatan belajar masyarakat.